Polemik Pembahasan RPP Kesehatan Memanas, Petani Tembakau Bersuara: Terlihat Dipaksakan!
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Polemik pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah Keshatan (RPP Kesehatan) memanas, bahkan polemik ini tak hanya ditanggapi akademisi saja.
Melainkan, para petani tembakau di Indonesia. Hal ini lantaran, petani tembakau menilai RPP Kesehatan tidak memberikan ruang partisipasi bagi para petani tembakau.
Bahkan, proses pembahasan RPP Kesehatan yang ada saat ini terkesan dipaksakan untuk diterima.
"Saya pernah diundang [diskusi], kemudian saya melihat bahwa ini dipaksakan. Ini bukan musyawarah untuk menciptakan solusi, tapi ini kelihatannya kekuasaan yang memang digunakan agar orang itu dipaksa untuk mau, gak ada pilihan lain," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji, Jumat (10/6/2023).
Agus telah mengikuti proses pembahasan pengamanan zat adiktif sejak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Kesehatan.
Menurutnya, RUU Omnibus Kesehatan sudah baik karena tidak menyamakan tembakau dengan zat psikotropika.
Namun, ia menyayangkan tiba-tiba muncul RPP Kesehatan yang sama sekali tidak melibatkan petani tembaku sejak awal pembahasan.
Dalam proses diskusinya pun, Agus merasa pihak yang tidak setuju dipaksa harus menerima aturan ini.
Di sisi lain, Agus mengingatkan bahwa jumlah pelaku ekonomi di industri tembakau sangatlah besar. Untuk petani saja, jumlahnya sekitar 3,1 juta orang, belum termasuk buruh tani.
Hal ini belum menghitung pekerja dari sektor pendukung lain seperti buruh angkut, sopir truk, dan lain-lain. Agus menggarisbawahi bahwa perputaran ekonomi dari sektor tembakau sangat besar di tingkat masyarakat bawah.
"Sebelum dibikin aturan-aturan yang mengebiri pertembakauan, ingat ini [sektor tembakau] sangat signifikan, karena tembakau ketika panen bisa menunjang masa depan para petani tembakau, anak-anak untuk sekolah, dan ekonomi keluarga," kata Agus.
Pada saat yang sama, industri tembakau saat ini sedang mengalami penurunan yang tajam selama 10 tahun ke belakang.
Agus merasa bahwa kesejahteraan para petani yang menjual tanaman tembakau terus menurun. Hal ini juga linear dengan penurunan produksi legal dari produk rokok, yang juga diikuti oleh penurunan angka prevalensi perokok dewasa selama 5 tahun terakhir menurut data BPS.
Load more