Jakarta, tvOnenews.com - Bacapres PDIP Ganjar Pranowo melontarkan pujian kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Rakernas IV PDIP.
Saat memberikan kata sambutan dalam pidato politiknya, Ganjar menyebut Jokowi adalah kader terbaik PDIP.
“Yang terahormat, yang sangat kita banggakan, kader terbaik PDI Perjuangan, Presiden RI, Ir Joko Widodo,” kata Ganjar di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (29/9/2023).
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu kemudian kembali memberikan pujian kepada Jokowi. Ganjar mengaku telah menganggap mantan Wali Kota Solo itu sebagai mentornya. Dia juga mengaku banyak belajar dari sosok Jokowi.
“Buat saya pribadi, beliau adalah mentor yang telah memberikan banyak sekali pelajaran sehingga kami mendapatkan banyak ruang untuk bisa belajar,” jelasnya.
Dia pun kemudian mengucapkan terima kasih kepada Jokowi karena telah memberikan banyak pelajaran berharga.
“Terima kasih, Pak Presiden,” tutup Ganjar.
Sebelumnya diberitakan, sentilan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Rakernas IV PDIP menyita perhatian publik. Pasalnya, ia menyinggung marhaenisme dalam pidato politiknya.
Marhaenisme disinggung Megawati lantaran banyak pihak yang kerap mengaitkan kerangka pemikiran marhaenisme dengan komunisme.
Presiden ke-5 RI itu menganggap mereka yang mengaitkan marhaenisme sebagai pihak yang tidak tahu sejarah.
"Dulu banyak orang selalu mengkorelasikan, kalau menyebut marhaenisme langsung dikatakan kita ini komunisme. Padahal berarti orang itu tidak tahu sejarah dan tidak tahu apa sebenarnya marhaen," ujar Megawati di Rakernas IV PDIP, JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (29/9/2023).
Sambung Megawati jelaskan, marhaenisme adalah kerangka falsafah yang disuarakan oleh Presiden ke-1 RI Soekarno alias Bung Karno ketika bertemu seorang petani bernama Marhaen di Bandung, Jawa Barat.
Falsafah itu lalu muncul lewat pertanyaan Bung Karno tentang kegiatan pertanian kepada Marhaen. Bung Karno ingin tahu soal kepemilikan sawah hingga harga jual sawah.
"Ketika beliau [Soekarno] bertemu, 'siapa nama bapak? Marhaen, Pak'. Tentu bahasa Sunda. 'Apakah sawah ini punya bapak? Iya'," katanya.
"Apakah padi ini punya bapak? Iya. Apakah benih ini punya bapak? Iya. Apakah cangkulnya punya bapak? Iya. Apakah ketika panen nanti bapak akan berjual sesuai kebutuhan bapak? Iya. Apakah bapak bisa menghidupi keluarga bapak dengan beras yang telah disediakan? Iya. Lalu beliau [Soekarno] bertanya, apakah dengan kecukupan bapak itu cukup? Iya, tetapi saya tidak bisa memberikan tambahan bagi orang lain," sambung Megawati.
Kemudian Megawati menuturkan lewat dialog itulah kemudian falsafah marhaenisme muncul.
Bahkan dia menambahkan makam Marhaen juga bisa dijumpai di Bandung untuk membuktikan bahwa cerita itu nyata.
“Ini sebetulnya filosofi dari pada marhaenisme, dan ini yang saya ingin kenalkan bapak presiden, bapak wakil presiden, dan kalau mau tahu supaya jangan ada prasangka, makamnya itu ada. Silakan cari di Kampung Cipagalo, Bandung. Jadi itu bukannya omong kosong," tutup Megawati. (saa/aag)
Load more