Belawan, Sumatera Utara - Pelabuhan Belawan Kota Medan kembali mendapat impor limbah plastik dari luar negeri pada Jum'at (19/11/2021) lalu. Limbah plastik dari Selandia Baru atau New Zealand ini masuk ke Pelabuhan Belawan sebanyak dua kontainer diduga milik perusahaan PT SAP yang berada dikota Binjai Sumatera Utara.
Dalam tahap pemeriksaan Kantor Pelayanan Bea Cukai Belawan limbah plastik ini berada dijalur merah yang diduga berbahaya menurut sistem dan harus mendapatkan pendampingan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Humas Bea Cukai Belawan, Dony Muliawan saat dikonfirmasi langsung mengatakan, dua kontainer limbah plastik yang berada dijalur merah telah dilakukan pemeriksaan.
"Limbah B3 harus mendapatkan izin dari KLHK, tapi untuk limbah yang non-B3 cukup mendapatkan surat persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan,” ungkapnya.
Lanjut Dony, “Kemudian adanya surat penelusuran atau verifikasi teknis dari ‘Surveyor’ yang menjadi pegangan Bea Cukai di lapangan, karena pihaknya hanya menjalankan apa yang dititipkan penerbit izin tersebut dalam hal ini adalah perpanjangan tangan Kementerian Perdagangan.”
Mengenai masuknya 2 kontainer limbah plastik yang masuk dijalur merah, kini status barang tersebut ada Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), artinya barang tersebut sudah selesai dilakukan pemeriksaan dan tidak ada indikasi pelanggaran. "Setelah diperiksa isinya ternyata semuanya sesuai," jelasnya.
Disinggung mengenai legalitas izin PT SAP dari KLHK, Dony mengaku, setiap impor barang non-B3 merupakan sisa atau skrap plastik terhadap ketentuan yang itu diatur dalam Permendag nomor 83 tahun 2020 junto dengan Permendag nomor 84 tahun 2019 tentang ketentuan impor limbah non-B3 sebagai bahan baku industri.
"Jadi, dari Permedag ini mewajibkan adanya surat persetujuan impor (PI) dan laporan surveiyor (LS) yang ditunjuk oleh Kementrian Perdagangan. Artinya, berdasarkan PI dan LS ketentuannya Latas (larangan pembatasan) sudah terpenuhi, maka barang tersebut bisa diproses lebih lanjut. Tapi, kalau PI dan LS nya tidak bisa dipenuhi, kita tidak bisa mengeluarkan barang tersebut," ungkap Dony.
Apabila barang tersebut tidak bisa dikeluarkan, lanjut Dony, maka barang itu akan di re-eskpor atau barang jadi milik negara. "Yang jelas, barang milik PT SAP hasil pemeriksaan sudah sesuai dengan persetujuan impornya yang dikeluarkan Kementrian Perdagangan," jelasnya.
Ditanya kenapa tidak ada pendampingan dari KLHK, Dony mengatakan, apabila SPPB-nya sudah diterbitkan, maka barang itu tidak lagi tanggung jawab Bea Cukai, tetapi tanggung jawab instansi terkait. Namun, Bea Cukai bisa saja mengundang pihak KLHK untuk melakukan pemeriksaan bersama.
"Setiap ada barang yang masuk, kita (Bea Cukai) tidak harus mengundang mereka (KLHK). Karena di dalam peraturannya, instansi lain itu sudah dititipkan di kami (Bea Cukai). Mulai awal tahun 2018, mengenai barang larangan pembatasan tidak semuanya harus melibatkan mereka (dinas lain). Jadi, ada aturan yang sudah kami jalankan langsung yang aturannya sudah dititip ke kami (Bea Cukai), sehingga tidak perlu lagi melibatkan mereka (dinas lain)," pungkasnya. (Martinus Sitorus/Lno)
Load more