Jakarta, tvOnenews.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkap bahwa praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tak lagi hanya terjadi pada masyarakat pedesaan berpendidikan rendah. Saat ini pelaku TPPO mulai banyak mengincar masyarakat menengah yang berpendidikan.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati menjelaskan, saat ini TPPO tidak hanya menggunakan modus pekerja migran saja. Melainkan menjerat korban dengan iming-iming tawaran magang kerja, beasiswa, penjualan organ (ginjal), hingga pendapatan instan melalui online scamming (judi online).
Hal ini disampaikan Ratna dalam acara Peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang Tahun 2023 bertema 'Rangkul Semua Korban, Tidak Ada yang Tertinggal' di RPTRA Kalijodo Jakarta Barat, Minggu (30/7/2023).
"Pelaku TPPO seringkali mengiming-imingi korban dengan pekerjaan melalui rekrutmen sebagai pekerja migran, memanfaatkan kerentanan-kerentanan masyarakat seperti kemiskinan," ungkap Ratna.
"Namun, seiring dengan perkembangannya, karakteristik korban pun mengalami pergeseran di mana pelaku tidak hanya menyasar orang dengan tingkat pendidikan rendah, namun orang dengan pendidikan tinggi," sambungnya.
Ratna menjelaskan, TPPO adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang perlu penanganan secara komprehensif dari hulu sampai hilir.
"Kasus TPPO melibatkan banyak sindikat dengan jaringan yang besar dan luas, cakupannya bisa lintas batas negara, sehingga butuh kolaborasi lintas sektor dalam penanganannya," kata dia.
Menurutnya, maraknya kasus perdagangan orang yang terjadi mendorong pemerintah untuk lebih waspada dan meningkatkan komitmen untuk memberantas TPPO.
Hal tersebut dikarenakan dampak negatif yang ditimbulkan dari perdagangan orang sangat dirasakan bagi korbannya yang dieksploitasi secara fisik, seksual, ekonomi maupun pemerasan dan manipulasi.
"Di banyak kasus yang terjadi, teknologi bahkan dimanfaatkan oleh pelaku dalam setiap fase eksploitasi, mulai dari perekrutan, pengiklanan korban, bahkan manajemen keuangan dari bisnis pelaku pun dilakukan secara online," tuturnya.
Menurut data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), mencatat dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, terdapat 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan.
Dari data tersebut menunjukkan sebanyak 96% korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak. (rpi/aag)
Load more