Banda Aceh - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menilai pemerintah pusat hingga saat ini belum serius dalam penanganan konflik satwa liar dilindungi dengan manusia di Aceh. Pasalnya, belum terlihat upaya permanen dalam penyelesaian konflik tersebut.
Direktur Walhi Aceh, M Nur mengatakan, belum tampaknya upaya permanen dalam penanganan konflik satwa tersebut lantaran selama ini pemerintah lebih pada melakukan penggiringan terhadap satwa yang berada dikawasan pemukiman atau kebun warga masih menggunakan mercon, dan sosialisi kepada masyarakat, serta pada tingkat kajian.
"Harus ada upaya permanen, misalnya menyediakan ruang yang cukup untuk habitat Gajah Sumatra dan Harimau Sumatra, sehingga satwa tersebut tidak masuk ke wilayah pemukiman atau perkebunan penduduk,” kata Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, Kamis (11/11/2021)
Menurut M Nur, Faktor penyebab terjadinya konflik ini tidak terlepas dari penguasaan ruang hutan dan lahan yang dilakukan oleh pemerintah, dalam berbagai agenda pembangunan di Aceh yang menyebabkan sedikit demi sedikit kawasan lindung juga ikut menghilang.
Misalnya, kata dia, untuk perluasan areal perkebunan, pertambangan, pemukiman pendudukan, pembangunan infrastruktur jalan, proyek energi, dan bentuk pembangunan lain, termasuk kegiatan perburuan rusa.
Kondisi ini, Kata M Nur, membuat krisis ruang, makanan, dan terganggu koridor satwa. Sehingga satwa masuk ke pemukiman penduduk dan lahan pertanian masyarakat yang menjadi ancaman bagi kedua belah pihak.
“Lambatnya penanganan dari pihak berwenang disaat ada laporan masyarakat juga bagian dari faktor penyebab. Sehingga masyarakat melakukan inisiatif dilapangan dengan meracun, menangkap, dan membunuh satwa dilindungi yang dianggap menjadi ancaman,” ujarnya.
Load more