- Istimewa/istockphoto.com
Hukum-hukum Islam soal Menikahi Wanita yang Dizinahi Lebih Dahulu, Jangan Dianggap Remeh!
Religi - Sebagian manusia banyak yang menyimpangkan hukum-hukum agama Islam. Bahkan, ada yang sudah mengetahui hukum-hukum agama Islam, masih juga melanggar hukum tersebut.
Baik itu melanggar hukum dengan melakukan perzinahan maupun hal-hal lain. Seperti melakukan pergaualan bebas, melakukan seks bebas, bahkan, sampai hamil di luar nikah.
Kasus seperti ini juga sering ditemui di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Tak lain juga dikarenakan kurangnya memahami hukum-hukum Islam.
Bahkan, yang paling ironinya sebagian umat Islam mengesampingkan aturan-aturan dan hukum agama. Selain itu, ada juga ditemui kasus, di mana sang lelaki menikhai wanita yang dizinahi terlebih dahulu.
Nah, kejadian ini seperti lelaki menikahi wanita yang sudah dizaliminya dan hamil, banyak dilakukan tetapi tidak mengetahui hukumnya dalam agama Islam.
Dilansir dari berbagai sumber persoalan tersebut, terjawab dalam kitab Al-Majmû’ Syarh Al-Muhadzdzab. Hukum menikah dengan pasangan yang pernah dizinahi adalah tidak haram. Disebutkan bahwa Imam Nawawi menuturkan sebagai berikut.
“Bila seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan maka tidak haram menikahi perempuan yang dizinai itu, berdasarkan firman Allah “dihalalkan bagi kalian apa-apa yang selain itu semua”.
Sayidatina Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan. Laki-laki itu ingin menikahi sang perempuan atau anak perempuannya.
Maka Rasulullah bersabda “apa yang haram tidak menjadikan apa yang halal menjadi haram. Yang diharamkan hanyalah apa-apa yang terjadi karena zina menikah dan anak perempuan dari perempuan yang berzina. Juga perempuan yang berzina itu tidak haram dinikahi bagi anak laki-laki dan bapaknya laki-laki yang menzinai, berdasarkan ayat dan hadits.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majm?’ Syarh Al-Muhadzdzab, [Kairo: Darul Hadis, 2010], juz XVI, h. 485).
Kemudian yang lebih lanjut kitab Al-Majmû' Syarh Al-Muhadzdzab juga menjelaskan.
“Apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan maka dengan perzinaan ini tidak menetapkan hukum keharaman menikah karena hubungan musharah. Maka tidak diharamkan bagi laki-laki yang berzina menikahi perempuan yang dizinai, ibunya, dan anak perempuannya. Tidak haram pula perempuan yang berzina dinikahi oleh bapak dan anak laki-lakinya orang yang menzinahinya”.
Selanjutnya dikutip dari laman Hidayatullah, jika wanita yang dizinahi hamil di luar nikah, Madzhab Asy-Syafi'I dan Abu Hanifah serta Muhammad al-Hasan mengizinkan lelaki yang menjadi pelaku zina tersebut menikah dengannya dan menggaulinya.
Namun jika yang menikahi wanita yang hamil perzinaan itu adalah laki-laki lain, maka dalam hal ini dia hanya boleh menikahinya dan tidak boleh menggaulinya, ini menurut pandangan Abu Hanifah dan Muhammad al-Hasan.
Selain itu untuk diketahui, pada dalam ajaran Islam, zina merupakan perbuatan yang tercela atau terlarang dan tergolong dosa besar. Zina dalam bentuk apapun di dalam Islam hukumnya adalah haram.
Al Quran dengan jelas dengan jelas orang mukmin untuk menghindari perbuatan terlarang itu sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Isra ayat 32 yang bunyinya:
“Walaa Taqrabu zinaa innahuu kaana faahisyatan wasaaaa a sabiila.”
Artinya:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32). Zina tak hanya buruk dalam pandangan agama. Secara sosial budaya, zina juga buruk dalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satu jenis zina adalah Zina Ghairu Muhsan, yakni perbuatan terlarang antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah. Pasangan yang belum menikah memang sangat rawan dengan godaan dan hawa nafsu yang tinggi.
Hukum cambuk 100 kali adalah bagi pezina yang belum menikah (ghairu Muhshan), dan rajam bagi pezina Muhshon (yang sudah menikah). Hukuman bagi orang yang melakukan zina itu sudah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat An-Nur ayat 2 sebagai berikut:
Azzaaniyatu wa zaanii fajliduu kulla waahidin minhuma miatan jaldah walaa ta hudzkum bihimaa ra fatun fii diinillaahi in kuntum tu minuuna billahi wal yaumil aakhiri walyash has 'adzaaba humaa thaaaifatun minal mu'miniin. (QS. An Nur ayat 2)
Artinya:
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, berikan masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (hukum) Allah, jika kamu percaya kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2). (Aag)