ilustrasi orang tua.
Sumber :
  • Freepik

Hukum Puasa Bagi Orang yang Sudah Sangat Tua dan Tidak Sanggup Melaksanakannya Menurut Syariat Islam

Jumat, 21 Oktober 2022 - 15:27 WIB

tvOnenews.com, Religi - Puasa merupakan ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari makanan, minuman atau juga bisa keduanya, perilaku buruk, dan semua hal yang memiliki potensi untuk membatalkan puasa.

Bagi umat muslim ketika memasuki bulan Ramadhan maka diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa selama 1 bulan lamanya. Dalil mengenai kewajiban berpuasa tertuang dalam surat Al Baqarah, Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (QS. Al Baqarah: 183).

Namun, ada juga beberapa amalan puasa sunnah yang bisa dilakukan di luar bulan ramadhan.

Lalu, bagaimana hukum puasa bagi orang yang sudah sangat tua, yang tidak sanggup menahan lapar dan haus selama seharian penuh?

Mengganti puasa dengan fidyah


Freepik/garakta_studio

Terdapat beberapa ketentuan yang memperbolehkan orang tua renta untuk meninggalkan puasa, namun wajib mengganti puasanya tersebut.

Sebagai gantinya orang yang sudah tua itu harus membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang ia tinggalkan puasanya. Hal ini dirujuk dari firman Allah SWT dalam quran surat Al-Baqarah, 

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.

Dan bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar RA, pernah ditanyakan mengenai wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya (jika puasa). Beliau menjawab, "Dia boleh berbuka dan memberi makan orang miskin dengan satu mud gandum halus sebanyak hari yang dia tinggalkan." (H.R Baihaqi).

Hadis tersebut di atas menerangkan bahwa takaran fidyah yang dibebankan bagi orang yang tidak mampu berpuasa adalah sebanyak satu mud atau setengah sha'. Pernyataan gandum di atas menjadi salah satu bentuk makanan pokok yang lazim dikonsumsi masyarakat saat itu.

Sementara di wilayah lainnya, pembayaran fidyah disesuaikan dengan makanan pokok dan selayaknya ditambahkan dengan lauk pauk yang lazim dikonsumsi masyarakat bersangkutan (setempat).

Fidyah bisa diganti dengan uang


Freepik/skata

Menurut Madzhab Hanafiyah, fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku. Terlebih lagi apabila dipandang bahwa uang tunai lebih dibutuhkan dan bermanfaat bagi penerima fidyah.

Adapun jika ingin dibayarkan dalam bentuk uang, dalam ukuran orang Indonesia dengan harga sekarang satu kali makan rata-rata bila dikonversi ke nilai rupiah sekali makan sebesar Rp 25.000.

Jika dikalikan menjadi 30 hari dalam satu bulan, maka orang yang sangat tua wajib membayar sebesar Rp 750.000 bagi yang tidak mampu lagi menunaikan puasa.

Akan tetapi, berdasarkan pendapat dari mayoritas ulama, mulai dari Syafi'iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, fidyah tidak boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Ia harus diberikan dalam bentuk makanan pokok.

Pendapat kedua ini didasari oleh dalil syar’i dari ayat disebutkan di atas, yakni:

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (Q.S. Al-Baqarah: 184).

Terdapat cara untuk membayar fidyah yang telah dirangkum oleh al-Imam Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad bin Hamzah al-Ramli al-Anshari (957 H) dalam Fatawa al-Ramli fi Furu' al-Fiqh al-Syafi'i (2011) yang menurut Madzhab Syafi'i dapat dilakukan dalam tiga cara.

  1. Fidyah cukup dibayarkan sekali sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
  2. Fidyah sebaiknya diberikan setelah terbit fajar. Bagi orang tua yang tidak bisa berpuasa sejak hari pertama Ramadhan, dimulai dari selepas fajar pertama Ramadhan, fidyah dapat dibayarkan.
  3. Fidyah dapat dibayarkan sekaligus atau dicicil setiap harinya hingga tuntas sebagaimana jumlah hari-hari puasa yang ia ditinggalkan. (Mzn)


Jangan lupa nonton dan subscribe YouTube Religi One:

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral