- ANTARA
Keistimewaan Jumat, Rajanya Hari di Sisi Allah SWT
tvOnenews - Jumat adalah hari yang istimewa. Allah memuliakan umat Jumat Muhammad SAW dengan hari Jumat.
Istimewanya hari Jumat dijelaskan dalam beberapa dalil. Bahkan ada beberapa ulama yang secara khusus menjadikannya dalam satu bentuk karya, seperti kitab al-Lum’ah Fi Khashaish al-Jumat, karya Syekh Jalaluddin al-Suyuthi. Berikut ini diantara dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat, dilansir dari NU Online.
Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:
سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
Artinya:
Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung daripada hari raya kurban dan hari raya fitri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali silaturahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.
Mengapa langit, bumi, batu dan benda-benda mati lainnya mengalami kekhawatiran? Padahal benda-benda tersebut merupakan makhluk yang tidak bernyawa? Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam Manahij al-Imdad menjelaskan sebagai berikut:
أَيْ يَخْلُقُ اللهُ تَعَالَى لَهَا إِدْرَاكًا لِمَا يَقَعُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَتَخَافُ...الى ان قال....وَالسِّرُّ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ السَّاعَةَ كَمَا تَقَدَّمَ تَقُوْمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بَيْنَ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَمَا مِنْ دَابَّةٍ اِلَّا وَهِيَ مُشْفِقَةٌ مِنْ قِيَامِهَا فِيْ صَبَاحِ هَذَا الْيَوْمِ فَإِذَا أَصْبَحْنَ حَمِدْنَ اللهَ تَعَالَى وَسَلَّمْنَ عَلَى بَعْضِهِنَّ وَقُلْنَ يَوْمٌ صَالِحٌ حَيْثُ لَمْ تَقُمْ فِيْهَا السَّاعَةُ
Artinya:
Maksudnya, Allah menciptakan kepada makhuk-makhluk tidak bernyawa ini pengetahuan tentang hal-hal yang terjadi pada hari Jumat tersebut. Rahasia dari kekhawatiran mereka adalah bahwa hari kiamat sebagaimana telah dijelaskan terjadi pada hari Jumat di antara waktu Subuh dan terbitnya matahari. Maka tidaklah binatang-binatang kecuali khawatir akan datangnya hari kiamat pada pagi hari Jumat ini. Saat pagi hari tiba, mereka memuji kepada Allah dan memberi ucapan selamat satu sama lain, mereka mengatakan; ini hari baik. Kiamat tidak terjadi pada pagi hari ini. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).
Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin al-‘Ash sebuah hadits:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Artinya:
Tiada seorang muslim yang mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur.
Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam kitab Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286 cetakan Pondok Pesantren Jampes Kediri, mengutip keterangan dari Imam al-‘Azizi bahwa hadits tersebut mencapai derajat hadits Hasan.
Ada perbedaan dalam ulama mengenai maksud terjaganya orang yang wafat di hari Jumat dari fitnah kubur. Menurut Imam al-Manawi orang tersebut tidak ditanya malaikat di kuburan. Sedangkan menurut pendapat yang dipegang oleh Imam al-Zayadi, bahwa orang yang mati di hari Jumat tetap ditanya malaikat, namun ia diberi kemudahan dalam menjalaninya.
Syekh Ihsan bin Dakhlan mengatakan:
قَالَ الْمَنَاوِيُّ بِأَنْ لَا يُسْأَلَ فِيْ قَبْرِهِ اِنْتَهَى وَهَذَا خِلَافُ ظَاهِرِ الْحَدِيْثِ وَالَّذِيْ اِعْتَمَدَهُ الزَّيَادِيُّ أَنَّ السُّؤَالَ فِي الْقَبْرِ عَامٌّ لِكُلِّ مُكَلَّفٍ اِلَّا شَهِيْدَ الْمَعْرِكَةِ وَمَا وَرَدَ فِيْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَنَّهُمْ لَا يُسْئَلُوْنَ مَحْمُوْلٌ عَلَى عَدَمِ الْفِتْنَةِ فِيْ الْقَبْرِ أَيْ يُسْئَلُوْنَ وَلَا يُفْتَنُوْنَ.
Artinya:
Maksud dari hadits tersebut, Imam al-Manawi mengatakan dengan sekira ia tidak ditanya malaikat di kuburnya. Pendapat al-Manawi ini menyalahi makna zahirnya hadits. Pendapat yang dipegang Imam al-Zayadi bahwa pertanyaan malaikat di alam kubur menyeluruh untuk setiap orang mukallaf kecuali syahid yang gugur di medan pertempuran. Keterangan yang menyebutkan bahwa segolongan ulama tidak ditanya malaikat di alam kubur diarahkan pada arti ketiadaan fitnah, maksudnya mereka tetap ditanya malaikat dan tidak mendapatkan fitnah. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).
Menjalankan salat Jumat merupakan hajinya orang-orang yang tidak mampu. Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
اَلْجُمُعَةُ حَجُّ الْفُقَرَاءِ
Artinya:
Jumat juga disebut sebagai hajinya orang-orang fakir. Berikut hadits yang dijelaskan oleh Syekh Ihsan bin Dakhlan:
يَعْنِيْ ذَهَابُ الْعَاجِزِيْنَ عَنِ الْحَجِّ اِلَى الْجُمُعَةِ هُوَ لَهُمْ كَالْحَجِّ فِيْ حُصُوْلِ الثَّوَابِ وَاِنْ تَفَاوَتَ وَفِيْهِ الْحَثُّ عَلَى فِعْلِهَا وَالتَّرْغِيْبُ فِيْهِ.
Artinya:
Maksudnya, berangkatnya orang-orang yang tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat menuju tempat haji dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda tingkat pahalanya. Dalam hadits ini memberi dorongan untuk melakukan Jumat. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.282, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).
Sementara dalam hadits lain disebutkan:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
Artinya:
Barangsiapa membasuh pakaian dan kepalanya, mandi, bergegas Jumatan, menemui awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki kendaraan, dekat dengan Imam, mendengarkan khutbah dan tidak bermain-main, maka setiap langkahnya mendapat pahala berpuasa dan shalat selama satu tahun. (HR. Al-Tirmidzi dan al-Hakim).
Hadits ini menurut Imam al-Tirmidzi berstatus hadits Hasan dan menurut al-Hakim mencapai derajat hadits Shahih.
Sedangkan dalam hadits Imam Muslim disebutkan keutamaan orang yang berwudhu di hari Jumat.
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Artinya:
Barangsiapa berwudhu kemudian memperbaiki wudhunya, lantas berangkat Jumat, dekat dengan Imam dan mendengarkan khutbahnya, maka dosanya di antara hari tersebut dan Jumat berikutnya ditambah tiga hari diampuni. (HR. Muslim).
Membaca Surah Al Kahfi di Hari Jumat
Setiap muslim yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, dikatakan akan dinaungi cahaya di antara dua Jumat. Rasulullah bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
Artinya:
Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, maka Allah memberinya sinar cahaya di antara dua Jumat.
Hadits tersebut diriwayatkan dan dishahihkan oleh imam al-Hakim. Nabi menganjurkan agar memperbanyak membaca shalawat pada hari Jumat.
Dalam sebuah hadits ditegaskan:
أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
Artinya:
Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari dan malam Jumat. Barangsiapa membaca shalawat untuku satu kali, maka Allah membalasnya sepuluh kali.
Hadits tersebut diriwayatkan al-Baihaqi dengan beberapa sanad yang baik (hasan).
Demikianlah penjelasan mengenai keutamaan hari Jaumat. Masih banyak lagi dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat, jauh lebih banyak dari apa yang telah disebutkan di atas.
Wallahualam
(put)