- viva.co.id
Tradisi Unik Malam Takbiran di Berbagai Daerah Indonesia
Hari raya Idul Fitri tinggal menghitung hari, kemenangan akan segera diraih. Euforia masyarakat Indonesia sudah hangat terasa bahkan beberapa hari sebelum harinya tiba.
Salah satu bentuk antusiasme warga Indonesia dalam menyambut Idul Fitri biasanya, dilakukan pada malam hari setelah adzan isya berkumandang hingga pada saat waktu sholat Ied tiba di pagi hari.
Kegiatan ini dikenal oleh warga Indonesia yang beragama Islam dengan sebutan malam takbiran. Malam takbiran dilakukan semalam suntuk di masjid-masjid sekitar wilayah tempat tinggal masing-masing, sambil melantunkan takbir dengan indahnya. Namun ada juga yang melakukannya dalam bentuk iring-iringan warga atau menyalakan obor.
Warga Indonesia memang unik, tidak hanya kegiatan yang disebutkan di atas saja, ternyata di berbagai daerah Indonesia lainnya mempunyai tradisi-tradisi unik tersendiri. Berikut beberapa tradisi unik malam takbiran di berbagai daerah Nusantara.
1. Pontianak - Meriam Karbit
Pada malam takbiran, para warga umumnya menyuarakan takbir dengan semangat dan suara lantang, ditambah dengan pukulan bedug untuk mengiringi alunan takbir. Lain hal dengan di Pontianak, daerah ini para warganya menggunakan meriam untuk memeriahkan takbiran agar menghasilkan bunyi ledakan yang keras.
Meriam ini disebut dengan Meriam karbit. Konon katanya, suara yang dihasilkan dari meriam dapat membuang sial serta mengusir roh-roh jahat yang mengganggu umat Islam pada saat hari kemenangan tiba, sekaligus menjadi pertanda waktu adzan maghrib telah tiba.
Meriam Karbit dinyalakan di pinggiran Sungai Kapuas Pontianak, meriam dinyalakan sepanjang malam mulai dari adzan maghrib sampai menjelang pagi. Suara dentuman ini akan terdengar berkali-kali dengan durasi waktu yang tidak terbilang lama.
Namun tradisi ini memiliki kendala, karena untuk mendapatkan bahan baku yang digunakan meriam agar bisa menyala membutuhkan batang kayu bulat yang berukuran besar dengan harga yang cukup mahal.
2. Gorontalo - Tumbilotohe
Berbeda lagi untuk daerah Gorontalo, warga sekitarnya merayakan malam takbiran dengan cara menyalakan lampu minyak yang jumlahnya cukup mencengangkan yaitu ribuan. Nantinya lampu minyak akan disejajarkan pada tanah lapang atau di pekarangan rumah warga sekitar.
Lampu minyak ini disusun dengan sedemikian rapi sampai membentuk sesuatu yang berhubungan dengan Idul Fitri serta agama Islam. misalnya berbentuk ketupat, kaligrafi yang indah, kitab suci Al-Qur’an dan masih banyak bentuk lainnya.
Pemasangan lampu ini dilakukan pada 3 malam terakhir sebelum hari raya Idul Fitri, dimulai sejak maghrib sampai dengan menjelang subuh.
Kegiatan ini disebut dengan Tumbilotohe, Tumbilotohe berasal dari bahasa Gorontalo yang terdiri dari dua suku kata, yaitu tumbilo yang berarti memasang, dan tohe yang diartikan sebagai lampu. Tohe atau dikenal pula sebagai tohe tutu merupakan lampu tradisional khas dari Gorontalo.
Tradisi ini dilakukan karena masyarakat Gorontalo percaya, bahwa dengan melakukan tradisi Tumbilotohe ini mereka bisa mendapatkan berkah dari Lailatul Qadar.
3. Bengkulu – Ronjok Sayak
Kita bergeser ke daerah Bengkulu yang memiliki tradisi malam takbiran tak kalah unik. Yaitu tradisi Ronjok Sayak yang memiliki arti, ronjok adalah bakar gunung dan sayak yang memiliki arti dari batok kelapa.
Sesuai namanya, tradisi ini dilaksanakan dengan menumpuk batok kelapa hingga menyerupai bentuk gunung. Batok kelapa ini disusun bisa sampai setinggi satu meter yang nantinya akan dibakar.
Tradisi ini dilakukan disetiap halaman rumah masyarakat Bengkulu pada saat malam setelah berlangsungnya sholat isya. Tradisi ini bisa terbentuk karena bermula dari masyarakat Bengkulu yang ingin menciptakan alat penerang sebagai lambang kegembiraan masyarakat sekitar dalam menyambut hari raya Idul Fitri.
Batok kelapa yang digunakan dalam tradisi ini memberi simbol sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga sebagai doa bagi arwah para leluhur yang telah meninggal. Tradisi Ronjok Sayak ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
4. Grebeg Syawal - Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta juga tidak kalah dari daerah lain di Indonesia, masyarakat Yogyakarta ini memiliki tradisi malam takbiran yang istimewa yaitu Grebeg Syawal. Tradisi Grebeg Syawal biasanya dilakukan oleh pihak Keraton Yogyakarta.
Isi Kegiatan dalam tradisi yaitu, dengan menyusun hasil pertanian dan perkebunan yang disebut gunungan. Gunungan ini nantinya akan diarak keliling Keraton hingga ke Masjid Agung Yogyakarta.
Dalam tradisi Grebeg Syawal ini biasanya, pihak Keraton membagikan kelengkapan gunungan yang isinya berupa 2.700 tangkai rengginang. Sebelum dibagikan, gunungan ini diarak dengan rute yang telah ditentukan, lalu dibagikan kepada warga ketika kegiatan hajad dalem Grebeg Syawal, yaitu pada hari pertama Idul Fitri.
Tradisi Grebeg Syawal ini dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta sebagai bentuk rasa syukur Sultan atas hadirnya Hari Raya Idul Fitri, setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa Ramadhan.
Melakukan Tradisi-Tradisi unik seperti yang tertera pada tulisan di atas, bukan semata-mata untuk memikirkan hal duniawi saja atau menyelenggarakan pesta dengan cara menghambur-hamburkan uang.
Namun menjadi salah satu bentuk cara atau ungkapan rasa syukur dari berbagai daerah di Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi dalam menyambut hari besar bagi umat Islam seluruh Indonesia. (ayu)