- Britannica
Dapat Hidayah Lewat Kartun, Muhammad Ali Mantap Menjadi Seorang Muslim: Kisah Mualaf Muhammad Ali, Ikon Legenda Tinju Dunia
tvOnenews.com - Apa iya, legenda tinju dunia, Muhammad Ali jadi mualaf cuma gegara lihat ilustrasi kartun di koran? Simak penjelasannya berikut ini.
Nama Muhammad Ali tidak hanya harum di dunia olahraga, tetapi juga tercatat dalam sejarah sebagai sosok Muslim berpengaruh yang kisah hidupnya menginspirasi jutaan orang.
Petinju legendaris asal Amerika Serikat ini dikenal bukan hanya karena gelar juara yang diraihnya, tetapi juga karena keputusan spiritual besar yang diambilnya di tengah puncak karier: meninggalkan nama Cassius Clay dan memeluk Islam.
Keputusan Ali menjadi mualaf bukanlah proses singkat. Sejak awal 1960-an, ia mulai tertarik pada ajaran Islam setelah bergabung dengan komunitas Black Muslims di Amerika Serikat.
Dari sana, ia menemukan arah hidup baru yang selaras dengan perjuangan dirinya sebagai seorang kulit hitam yang menghadapi diskriminasi rasial di Amerika. Bagi Ali, Islam menawarkan keadilan, persamaan, dan ketenangan yang tidak ia temukan sebelumnya.
Perjalanan spiritual ini semakin menegaskan bahwa Muhammad Ali bukan hanya seorang juara dunia tinju, melainkan juga sosok yang membawa pesan keberanian, kemanusiaan, dan keyakinan.
Seperti ucapannya yang dikutip dari NDTV (21/1/2021), “Saya percaya kepada Allah dan dengan damai. Saya bukan lagi orang Kristen. Saya tahu ke mana saya pergi dan saya tahu yang sebenarnya. Saya tidak harus menjadi apa yang Anda inginkan. Saya bebas menjadi apa yang saya inginkan.”
- instagram Muhammad Ali
Dari Cassius Clay ke Muhammad Ali
Muhammad Ali lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay Jr. pada 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky. Ia mulai mengenal tinju sejak usia 12 tahun lewat bimbingan seorang polisi bernama Joe Martin.
Kariernya melesat ketika meraih medali emas Olimpiade Roma 1960, lalu berlanjut dengan 19 kemenangan beruntun di level profesional.
Puncak kariernya datang pada 25 Februari 1964 ketika ia menumbangkan juara dunia kelas berat Sonny Liston. Kemenangan itu menggemparkan dunia, dan hanya beberapa hari berselang, Ali mengumumkan bahwa ia resmi menjadi Muslim serta mengganti namanya menjadi Muhammad Ali.
Keputusan tersebut tidak hanya mengguncang dunia olahraga, tetapi juga menandai kelahiran ikon baru bagi komunitas Muslim di Amerika dan dunia.
Sejak September 1963, kabar mengenai Ali yang dekat dengan kelompok Black Muslims sudah santer diberitakan. Ayahnya bahkan mengonfirmasi bahwa putranya aktif menghadiri rapat dan berpidato di organisasi tersebut.
Ali sendiri mengaku, “Tentu saja, saya bicara dengan organisasi Islam. Saya menyukai orang-orang Islam. Saya tidak akan mati-matian memaksa diri saya masuk ke suatu kelompok bila mereka tidak menghendaki saya,” sebagaimana dikutip dari Louisville Courier-Journal (21/1/2021).
Hidayah Lewat Kartun dan Alquran
Ketertarikan Ali pada Islam bermula dari hal sederhana. Saat remaja, ia pernah membeli koran terbitan Nation of Islam yang memuat kartun tentang budak kulit hitam dipaksa berdoa kepada Yesus oleh majikannya yang kulit putih.
Gambar itu menyadarkan Ali bahwa ada sesuatu yang keliru dalam pemahaman yang diwariskan kepadanya. Sejak itu, ia mulai serius mempelajari Islam.
Keputusannya memeluk Islam semakin mantap setelah membaca terjemahan Alquran. Ia mengaku semakin yakin bahwa Islam adalah agama yang benar dan tidak mungkin dibuat oleh manusia.
Bagi Ali, Islam meniadakan diskriminasi warna kulit dan menegaskan bahwa semua manusia sama di hadapan Allah.
“Semuanya sama di hadapan Allah SWT. Yang paling utama di sisi Tuhan mereka adalah yang paling bertakwa,” tegasnya.
Belinda, istri Ali yang kemudian dikenal sebagai Khalilah Camacho-Ali, juga pernah menceritakan momen penting sang legenda. Dalam sebuah pertengkaran, ia meminta Ali menuliskan esai tentang alasan dirinya memeluk Islam.
Esai itu akhirnya diserahkan ke Museum Nasional Sejarah dan Budaya Afrika Amerika pada 25 Oktober 2017, menjadi saksi perjalanan spiritual seorang juara dunia yang menemukan ketenangan lewat iman.
- Britannica
Karier Gemilang dan Kontroversi
Di atas ring, Muhammad Ali adalah legenda sejati. Ia menjadi petinju pertama yang merebut gelar juara dunia kelas berat tiga kali serta mempertahankannya sebanyak 19 kali. Pertarungannya melawan Sonny Liston, Joe Frazier, dan George Foreman masuk daftar duel paling bersejarah dalam dunia tinju.
Namun, kariernya sempat terguncang ketika ia menolak wajib militer dalam Perang Vietnam pada 1967. Alasannya jelas: perang bertentangan dengan keyakinannya sebagai seorang Muslim.
Penolakannya membuat sabuk juaranya dicabut, izin bertinjunya ditangguhkan, dan ia dijatuhi hukuman penjara lima tahun serta denda 10.000 dolar AS.
Meski begitu, keputusan ini justru menegaskan prinsip teguh yang dipegang Ali: keberanian membela kebenaran meski harus kehilangan segalanya.
Setelah banding, Ali akhirnya kembali ke ring pada 1970 dan kembali merebut gelar dunia dari George Foreman pada 1974 dalam pertarungan legendaris “Rumble in the Jungle.” Hingga pensiun pada 1981, ia mencatat rekor 56 kemenangan (37 KO) dan hanya 5 kali kalah.
Parkinson, Kemanusiaan, dan Warisan Abadi
Pada 1984, Muhammad Ali didiagnosis menderita Parkinson akibat trauma kepala selama bertahun-tahun bertanding. Meski kondisi kesehatannya menurun, Ali tetap aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan. Salah satu momen paling dikenang adalah ketika ia bernegosiasi untuk pembebasan sandera Amerika di Irak pada 1990.
Ali menikah empat kali dan dikaruniai sembilan anak. Pada 3 Juni 2016, dunia kehilangan sang legenda ketika ia wafat pada usia 74 tahun.
Prosesi pemakamannya di Louisville dihadiri ribuan orang dan disiarkan ke seluruh dunia, menegaskan bahwa Muhammad Ali bukan sekadar petinju, melainkan simbol keberanian, iman, dan kemanusiaan.
Warisan Ali tetap hidup hingga kini. Ia tidak hanya dikenang sebagai “The Greatest” di ring tinju, tetapi juga sebagai seorang mualaf yang menjadikan Islam sebagai pegangan hidupnya.
Kisahnya adalah bukti bahwa ketenaran dan kekuatan sejati datang ketika seseorang menemukan keyakinan yang mampu menenangkan jiwa. (udn)