- Tangkapan layar YouTube Adi Hidayat Official
Bukan karena Digempur Ujian Bertubi-tubi, Ternyata Hakikat Musibah Sebenarnya seperti ini Ujar Ustaz Adi Hidayat
tvOnenews.com - Setiap manusia selalu memandang hakikat musibah dihubungkan oleh berbagai ujian yang menimpa di dalam kehidupan seseorang.
Musibah merupakan peristiwa yang diartikan bahwa, seseorang tengah mengalami ujian tertentu, sehingga mereka harus bisa menyelesaikan cobaan tersebut agar tidak menyakitkan.
Namun begitu, musibah ternyata tidak serta merta karena adanya ujian dari Allah SWT. Ustaz Adi Hidayat mendengar hal ini langsung membantah pernyataan tersebut.
Ustaz Adi Hidayat mengatakan ada hakikat mengenai musibah, bukan hanya tentang ujian didatangkan oleh Allah SWT agar umat manusia khususnya umat Islam harus bersabar.
Lantas, apa hakikat musibah sebenarnya? Ustaz Adi Hidayat menguraikan hal ini sebagai berikut.
Hakikat Musibah dalam Agama Islam
- iStockPhoto
Dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Adi Hidayat Official, Sabtu (10/5/2025), Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjawab pertanyaan jemaahnya yang menganggap musibah merupakan ujian.
Jemaah tersebut menganggap jenis musibah ada tiga macam, salah satu di antaranya sudah menjadi takdir dan telah dihukum orang laknat.
UAH langsung merespons tegas bahwa, tiga jenis musibah hanya ada dua, baik yang bersifat menyenangkan dan hal tidak disukai atau berseberangan dengan manusia.
"Bapak misalkan promosi jabatan, itu musibah juga. Semua yang kita alami dalam hidup sebagai ujian dari Allah SWT," ujar UAH.
Dalam suatu ceramah, UAH lebih dulu mengulas kategori musibah yang menyenangkan dari kisah Khalifah Umar bin Abdul-Aziz ketika diangkat menjadi pemimpin mendengar dengungan "Innalillahi".
UAH mengutip dari redaksi Surat Al-Baqarah Ayat 156 yang menjelaskan tentang musibah, begini redaksinya:
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali)." (QS. Al-Baqarah, 2:156).
"Jadi mendapat jabatan juga ujian, mendapat harta juga ujian. Kalimatnya apa? Innalillahi yang artinya milik Allah suatu saat juga dihisab," tuturnya.
Jenis kedua, kata UAH, musibah bisa mengacu pada sesuatu yang tidak biasa dialami oleh manusia, contohnya ketika ada orang meninggal dunia.
"Meninggal duina, kekurangan harta. Hanya begini sifat manusia mendengar ada masalah, ada musibah selalu diasosiasikan pada bagian kedua," bebernya.
"Jadi, seakan-akan yang pertama bukan musibah, kenapa itu bisa muncul? Karena perspektifnya memahami musibah hanya dikondisikan pada bagian kedua yang sekiranya tidak disukai," sambungnya.
Pada hakikatnya, kesenangan atau kebahagiaan juga mengandung kategori musibah lantaran kedua jenis tersebut adalah sama-sama bersifat ujian.
"Untuk menguji kita siapa di antara kita siapa yang bisa memaksimalkan potensi kebaikannya di hadapan Allah SWT. Jadi, ketika ada kebaikan syukur, ketika ada duka harus sabar," jelasnya.
Dalam hal ini, semua aktivitas di kehidupan bersifat ujian yang mengarah pada musibah. Hanya saja, mereka mendapat cobaan apakah mampu menjalaninya sampai meninggal dunia atau tidak.
UAH melanjutkan ujian bisa muncul disebabkan karena perilaku dalam menjalani aktivitasnya masing-masing.
"Misalnya bekerja di kedokteran, maka ujiannya di bidang tersebut bukan ke yang lain. Itu yang dimaksud pilihan hidup kita, di situlah letak ujiannya," tandasnya.
(hap)