- Tangkapan layar YouTube Al-Bahjah TV
Perempuan Nyaman Pakai Mukena saat Ihram Haji atau Umrah, Memang Boleh? Justru Ini Hukumnya Jawab Buya Yahya
tvOnenews.com - Ihram adalah salah satu rukun haji dan umrah. Salah satu ketentuannya menggunakan pakaian ihram saat berihram.
Perempuan maupun laki-laki wajib mengenakan pakaian ihram demi memenuhi syarat rukun haji dan umrah.
Walau begitu, ada sebagian perempuan yang tidak mengenakan pakaian ihram saat berihram haji atau umrah, sehingga mereka lebih pilih menggunakan mukena.
Menurut penuturan mereka, mukena lebih nyaman dan sudah menjadi kebiasaan dalam setiap aktivitas ibadah sehari-hari, sehingga berihram tidak mengenakan atribut yang semestinya.
Dalam kasus ini, Buya Yahya mengatakan hal seperti itu sangat banyak dan sebagian orang mengatakan bahwa, mereka tidak memenuhi salah satu bagian rukun haji maupun umrah.
Hukum Perempuan Pakai Mukena saat Ihram Haji atau Umrah
- Fahmi Firdadus/Media Center Haji
Dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjawab serius terkait berihram tidak mengenakan pakaian ihram haji atau umrah.
Hal ini berawal dari pertanyaan jemaahnya terkait perempuan lebih nyaman memilih mukena sebagai pakaian saat berihram.
"Apakah wanita yang sedang berihram diperbolehkan memakai mukena? Karena saat dalam posisi tegak akan tertutup oleh mukena tersebut bagian tangannya," tanya seorang jemaah online kepada Buya Yahya.
Buya Yahya lebih dulu merincikan pembahasan saat berihram, mereka tetap wajib mengerjakan ibadah shalat. Artinya, perempuan harus menutupi aurat.
"Aurat wanita di dalam shalat adalah sekujur tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan. Ini pertanyaan cerdas," respons Buya Yahya.
Jika sedang berihram, kata Buya Yahya, perempuan tidak boleh menutupi wajah dan bagian telapak tangannya karena bukan sesuatu yang menjadi aurat.
Bagi Buya Yahya, mukena yang digunakan sangat rentan menutupi bagian tangannya, sehingga perempuan tersebut bisa tidak mengikuti ketentuan dan kaidah dalam shalat.
"Maka Anda dalam keadaan ihram, mungkin harus mencari desain mukena yang aman yang hanya menutup sampai pergelangan tangan, supaya tidak menutup telapak tangan," terangnya.
Buya Yahya mengingatkan bagi para calon jemaah haji atau umrah yang perempuan, wajib memahami bab haji dan umrah sebelum berangkat ke Tanah Suci.
Buya Yahya menegaskan, kalau perempuan tetap bersikeras mengenakan mukena yang ukurannya melampaui telapak tangan dan menutup wajah, maka tidak dianjurkan berdasarkan mazhab para ulama.
"Dalam mazhab yang dikukuhkan dalam Mazhab Imam Syafi'i dan jumhur ulama. Jadi, wajah harus terbuka, termasuk menggunakan masker tidak boleh di saat ihram haji atau umrah," paparnya.
Meski demikian, penggunaan masker dan sebagainya masih boleh saat ihram apabila sedang sakit, dengan peringatan harus membayar sesuatu sebagai penggantinya.
"Pilihannya ada tiga, antara menyembelih kambing berat, puasa tiga hari berat, ngasih makan tiga kali zakat fitrah," tuturnya.
Lantas, bagaimana mukena yang menutup tangan? Hal ini berkaitan dengan kebutuhan shalat di tengah pelaksanaan berihram.
Buya Yahya menerangkan ada yang namanya penggunaan sapu tangan atau sarung tangan, walaupun harus mengetahui pendapat dari para ulama agar tidak menimbulkan waswas.
Buya Yahya mengambil mazhab terkait penggunaan sarung tangan yang paling kuat lebih mengarahkan pada persoalan tidak boleh ada kain menutupi bagian telapak tangan.
"Ini pendapat yang dikukuhkan dalam Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki, dan juga Mazhab Hambali itu enggak boleh," ucapnya.
"Tapi, ada kemudahan dalam Mazhab Imam Syafi'i yang kedua ini barangkali yang terlanjut eh kok ketutup, ya sudahlah tangan tok tangan, kalau khilaf hanya di tangan," sambungnya.
Jika merujuk pada pembahasan Mazhab Imam Abu Hanifah, Buya Yahya mengatakan, telapak tangan yang tertutup sarung tangan tidak ada masalah apa pun.
"Sehingga orang perempuan memakai kaos tangan pun juga tidak apa-apa. Cuma kami sampaikan ini hanya pendapat untuk meringankan, jangan sampai nanti ada kegelisahan hanya gara bajunya turun lalu kena apalagi kalau musim dingin tidak kuat," bebernya.
Buya Yahya mempersoalkan jemaah yang sudah uzur maka diwajibkan menutupi bagian tangan atau wajahnya, terlebih lagi kalau rentan sakit saat berihram.
Bagi Buya Yahya, kondisi seperti ini diperbolehkan akan tetapi harus membayar Dam, suatu denda atau kompensasi yang harus dibayar apabila jemaah melanggar salah satu ketentuan haji atau umrah.
Ketentuan dam di antaranya adalah bisa memilih apakah harus menyembelih satu ekor kambing, puasa tiga hari, atau sedekah yang nilainya tiga kali lipat dari zakat fitrah.
Buya Yahya menyampaikan pesan agar para jemaah yang melihat perempuan menggunakan mukena dan sarung tangan, terutama sudah uzur tidak boleh diledek dengan dalih ibadahnya tidak sah.
(hap)