- Tim tvOne
Teks Khutbah Jumat Singkat 4 April 2025: Perjalanan Jauh Tanpa Tujuan, Ketika Mudik Hilang Maknanya
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, khatib akan mengulas sedikit terkait mudik sesuai dengan kondisi umat Muslim saat ini.
Mudik telah menjadi tradisi besar bahkan sudah sangat melekat untuk masyarakat Indonesia. Setiap umat Muslim selalu menantikan momentum terbaik ini saat suasana Hari Raya Idul Fitri.
Mudik memberikan dampak jalanan penuh sesak, terminal padat, tiket habis terjual semuanya demi satu tujuan, yakni pulang ke kampung halaman.
Akan tetapi, benarkah setiap perjalanan itu bermakna? Apakah kita sudah memaknai mudik dengan tujuan yang benar? Khahtib akan menerangkan tentang mudik antara tradisi dan spiritualitas.
Sidang Jumat yang berbahagia
Mudik bukan hanya soal mobilitas, tapi juga tentang spiritualitas dan sosialitas. Dalam Islam, setiap perjalanan, jika diniatkan dengan kebaikan, bernilai ibadah.
Salah satu tujuan utama mudik yang penuh makna adalah untuk mempererat silaturahmi, menyambung kembali hubungan yang mungkin sempat renggang selama setahun penuh.
Sebagaimana dalam hadis riwayat terkait esensi mudik membentuk silaturahmi, Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi." (HR. Bukhari no. 5986 & Muslim no. 2557)
Namun sayangnya, tidak sedikit dari kita yang menjadikan mudik hanya sebagai rutinitas tahunan, bahkan sebagai ajang pamer kekayaan, liburan, atau malah untuk menghindari konflik keluarga tanpa niat memperbaiki hubungan.
In akan memunculkan dengan sebutan mudik yang kehilangan makna, baik dari segi perjalanan jauh, penuh biaya dan tenaga, tapi tidak membawa nilai spiritual.
Kaum muslimin rahimahumullah
Khatib akan mengingatkan tentang ketika perjalanan mudik menjadi sia-sia. Tanpa niat yang benar, mudik justru bisa mendatangkan kesia-siaan, bahkan potensi dosa.
Ketika seseorang pulang kampung hanya untuk memamerkan harta, membanggakan status, atau menyakiti hati kerabat dengan kata-kata kasar dan sindiran, maka itu bertentangan dengan semangat ukhuwah Islamiyah.
Alih-alih mendapatkan pahala, perjalanan itu bisa menjadi beban, seperti tubuh yang pulang ke rumah, tapi hati tak pernah benar-benar hadir di sana.
Kita harus mengetahui bagaimana cara memaknai ulang tradisi mudik. Tujuannya adalah agar mudik tak kehilangan maknanya. Mari kita membenahi niat dan tindakan sebagai berikut: