- freepik
Menata Niat dalam Berbusana di Hari Lebaran, Buya Yahya: Anjuran Islam Kenakan yang Bagus Bukan Baru
tvOnenews.com - Hari Raya Idulfitri selalu identik dengan baju baru. Setiap tahun, banyak orang berbondong-bondong membeli pakaian baru sebagai bagian dari tradisi Lebaran. Namun, dalam ajaran Islam, apakah benar memakai baju baru di Hari Raya merupakan suatu keharusan? Ataukah yang lebih utama adalah berpakaian yang bagus dan bersih, bukan sekadar baru?
Tradisi beli baju lebaran memang cukup melekat di masyarakat. Oleh karenanya, banyak yang memang sengaja membeli pakaian baru untuk mereka gunakan mulai sejak shalat Idul Fitri hingga bersilaturahmi kepada sanak saudara.
Lantas bagaimanakah hukumnya membeli baju Lebaran dalam Islam? Berikut pesan mendalam dari Buya Yahya akan hal tersebut.
Dalam ceramahnya yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya mengatakan memang mengenakan pakaian bagus saat Lebaran itu adalah sunnah yang artinya dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun Buya Yahya mengingatkan bahwa hal itu sifatnya anjuran bukanlah satu kewajiban.
“Anjuran menggunakan gunakan baju baru baju bagus memang ada, itu bukan anjuran tapi kebiasaan saat berhari raya, bagus bukan baru,” kata Buya Yahya.
Kemudian Buya menjelaskan bahwa dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW tak pernah melarang umatnya menggunakan baju bagus namun yang dilarang jika memakai bahan dari sutra.
“Ada hadits yang menceritakan Sayyidina umar, ia beli jubah dari sutra, lalu berkata kepada Nabi, beli ini dan pakailah untuk hari raya dan menyambut tamu,” jelasnya.
“Nabi berkata Ini adalah bajunya orang yang tidak mendapatkan baju di akhirat, tidak boleh laki-laki pakai baju sutra, tap Nabi tidak melarang menggunakan baju bagus,” lanjutnya.
Oleh karena itu, para ulama sepakat untuk tidak melarang umat Islam untuk menggunakan baju baru saat Lebaran.
“Para ulama mengatakan sunnahnya pakai baju bagus atau baru. tapi kalau punya uang, jangan utang,” tandas Buya Yahya.
Maka yang dimaksud adalah jangan memaksakan jika memang tak sanggup untuk membeli baju baru saat Lebaran tiba.
“Jadi kalau ada uang boleh beli, tapi harus diingat yang diingkari Nabi SAW adalah jika pakai sutra. Sehingga para ulama mengatakan dalam kita, fiqih kita sunnah kita pake baju baju,” jelas Buya Yahya.
Namun Buya Yahya menegaskan bahwa Hari Raya Idul Fitri bukanlah mengenai baju baru saja, namun haruslah dibarengi dengan iman yang bertambah setelah Ramadhan usai.
“Ingat hari raya bukan bajunya yang baru, tapi orang yang berhari raya itu yang imannya bertambah,” tegas Buya Yahya.
Berikut isi hadis yang dimaksud oleh Buya Yahya di atas.
"Umar bin Khattab pernah mengambil jubah sutra yang dijual di pasar dan membawanya kepada Rasulullah SAW, lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, belilah ini agar engkau bisa mengenakannya ketika hari raya dan saat menerima delegasi.’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapat bagian di akhirat.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tadna Orang yang Mendapat Predikat “Fitri” di Hari Raya
Buya Yahya kemudian menjelaskan kembali suci saat Lebaran maknanya adalah sebuah harapan dari seseorang yang telah menjalani ibadah Ramadhan selama sebulan penuh.
“Itu maksudnya bukan memastikan kita sudah suci, tapi berharap semoga dengan Idul Fitri ini kita telah kembali kepada suci, karena Anda menghadap Allah SWT dengan shalat anda, tarawih anda, kemudian di hari raya berhubungan baik dengan sesama, maka semoga Anda termasuk kembali kepada fitrah, jadi jadi makna doa, pengharapan,” tandas Buya Yahya.
Memang seharusnya begitu seperti itu, sebagaimana dengan apa yang dijelaskan dalam sebuah hadits tentang orang yang celaka di bulan Ramadhan.
“Kan ada hadits yang mengatakan orang masuk bulan Ramadhan keluar tidak diampuni, celakalah dia,” kata Buya Yahya.
“Makanya kalau dia aktif di Ramadhan, insyaAllah dia termasuk golongan yang dapat fitrah artinya yang kembali fitri saat hari raya,” tambah Buya Yahya.
Sebagaimana namanya, Hari Raya Idul Fitri maka diharapkan semua umat muslim yang sudah menjalani ibadah selama sebulan penuh ini akan menjadi fitri di saat Lebaran.
‘Hari raya juga namanya Idul Fitri, dari itu kita beribadah selama sebulan, dosa dihapuskan, urusan sama manusia kita baik, maka bersih fitri, seolah-olah bersih dari dosa, tapi tentunya bagi yang berjuang, apakah semua diampuni ya tidak, tentunya yang berjuang,” kata Buya Yahya.
Saat Hari Raya Idul Fitri diharapkan setiap muslim dapat menjalin hubungannya dengan baik dengan Allah SWT dan manusia.
“Artinya kita menyempurnakan jalinan kepada Allah dan manusia, Ibadah selama Ramadhan jalinan kepada Allah, Lebaran itu bagaimana jalin hubungan baik dengan manusia,”
Menurut Buya Yahya yang berat saat Lebaran adalah bagaimana menjalin hubungan dengan manusia karena setiap orang harus benar-benar lapang hati saat memaafkan, bukan sekedar salaman saja.
“Ini berat, bagaimana menghilangkan iri dan dendam, harus benar-benar lapang hati,” kata Buya Yahya.
Bagaimana Jika Ada Pelaku Maksiat Meminta Maaf Saat Lebaran?
Buya Yahya menegaskan, sebagai muslim kita harus memaafkan, karena apa yang ia lakukan adalah urusannya dengan Allah SWT.
“Kita harus maklum dengan ketidak mengertinya dia, jika ada orang yang salah dengan Allah SWT lalu kita tidak memaafkan dia, itu salah paham,” tegas Buya Yahya.
Buya kemudian mengatakan bahwa kita harus lapang hati memaafkan dan kemudian jika mungkin ajak ia ke arah kebaikan.
“Islam mengajarkan kita lapang hati,” tegas Buya Yahya.
“Orang berzina minta maaf lalu kita tidak memaafkan? itu bukan urusan kita, itu urusan Allah, kita benahi dengan suruh ngaji,” tambah Buya Yahya.
Maka jika kita tidak memaafkan orang karena menilai ia telah berbuat salah kepada Allah, meski ia musyrik pun itu artinya kita meretakkan tali silaturahmi.
“Jika kita tidak memaafkan orang yang melakukan kesalahan terhadap Allah maka itu artinya meretakkan silaturahmi, ini yang sempit pandangan,” tandas Buya Yahya.
Hal ini karena kata Buya Yahya, sebagaimana Nabi Muhammad SAW sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Wallahu’alam
(put)