- NU Online
Gus Baha Kisahkan Santri Rasulullah SAW yang Suka Mabuk tapi Sering Shalawat, Bagaimana Statusnya dalam Islam?
tvOnenews.com - KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, ulama dan ahli tafsir Al-Quran yang merupakan murid kesayangan KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) menjelaskan kedudukan seorang Muslim yang tidak shalat namun sering shalawatan. Lalu bagaimana statusnya dalam Islam? Simak penjelasan Gus Baha berikut ini.
Dalam ajaran Islam, shalat fardhu merupakan ibadah wajib bagi umat Islam di mana waktu pelaksanaannya sudah ditentukan. Shalat adalah rukun Islam kedua dan akan dosa besar jika meninggalkannya.
Namun, sebagai umat Islam ada juga perintah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Meski tidak wajib, namun bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW hukumnya adalah sunnah yang diutamakan.
Dalam kehidupan nyata, ada beberapa orang muslim yang tidak mengerjakan ibadah shalat, tapi sering bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Mengenai hal ini Gus Baha mengisahkan tentang santri Rasulullah SAW yang suka mabuk-mabukan tapi suka bershalawat.
Gus Baha menceritakan, pada zaman Rasulullah SAW ada orang bernama Abdullah yang sering dipanggil Khimar oleh teman-temannya, Abdullah merupakan orang yang histeris dan suka membuat Nabi SAW tertawa.
Khimar juga merupakan orangnya suka minum (mabuk-mabukan) dan dia mabuk di masjid Nabi SAW. Bahkan ketika ditanya, kenapa mabuk-mabukan di masjid Nabi SAW, bukannya di terminal atau di jalanan, jawaban Khimar mengejutkan.
"Setiap ditanya 'Kamu itu orang fasik kok gak di terminal atau di jalanan, tapi kok malah di masjid?'" ucap Gus Baha menerangkan.
Khimar menjawab, jika dirinya tidak melihat Rasulullah SAW, ia akan mengeluh. Begitu juga saat tidak mabuk, ia juga akan mengeluh.
Nabi Muhammad SAW merupakan orang yang profesional, meskipun Khimar santrinya, jika ia berbuat kesalahan maka tetap diberi hukuman.
Hukuman bagi seorang pemabuk tidak ada batasnya karena tidak disebutkan dalam Al-Quran.
Sehingga, terkadang Nabi SAW menghukum dengan memukul Khimar sebanyak 20-80 kali menggunakan barid atau ni'al.
"Barid itu pelepah kurma dan ni'al itu sandal," terang Gus Baha.
Singkat cerita, ada sahabat yang menegur Khimar dengan mengatakan bahwa Khimar dilaknat oleh Allah SWT "Wahai Khimar, kamu dilaknat Allah".
Mendengar perkataan itu, Rasulullah SAW menegur sahabat untuk tidak melaknat Khimar.
"Kemudian Nabi SAW marah, 'Kamu jangan melaknat dia, karena dia suka (cinta) dengan Allah dan Rasulnya. Meskipun dia seorang peminum arak, tapi dia suka dengan Allah dan Rasul," ucap Gus Baha.
Rasulullah SAW tidak mengeluarkan dia dari status mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW hanya karena maksiat yang dilakukannya.
Ahlusunnah sepakat bahwa orang yang berbuat maksiat bukan berstatus memusuhi Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Maksiat merupakan bawaan dhaif. Misal ketika laki-laki melihat perempuan dan menjadi teringat terus, hingga ketika shalat kepikiran, hal itu karena bawaan nafsu.
Orang tersebut tidak dihilangkan sifat cinta terhadap Allah SWT dan Rasulnya hanya karena maksiat.
"Semua kesalahan itu ya kesalahan saja, tapi tidak menjadikan kafir dan bukan berarti kita tidak cinta Allah dan Rasul," ujar Gus Baha.
"Makanya menurut saya kalau ada orang tidak shalat tapi ikut shalawatan, itu tidak masalah. Faktanya dia suka saat shalawatan. Bisa saja itu awal dia dapat hidayah," lanjutnya.
Jika ada kiai ahli fiqih berkomentar "Apa gunanya shalawatan tapi tidak shalat?", Gus Baha mengatakan, jika tidak pernah shalat dan shalawatan, lalu dapat hidayah dari mana?.
"Kalau dia tidak pernah shalawatan dan tidak shalat, lalu jalur hidayahnya darimana?" ujar Gus Baha.
Tidak ada yang tahu, dengan bershalawat, bisa saja ada satu atau dua shalawatnya yang diterima dan menjadikan sebab dapat hidayah.
Wallahu'alam
(gwn/put)