- Tangkapan Layar YouTube Al-Bahjah TV
Puasa Sunnah Sebelum Ramadhan Memangnya Boleh? Simak Penjelasan Buya Yahya soal Hukumnya Dianggap Haram
tvOnenews.com - Puasa sunnah sebelum memasuki bulan Ramadhan menjadi perdebatan. Buya Yahya memahami perselisihan ini menimbulkan perbedaan pendapat.
Puasa sunnah sebelum Ramadhan berarti masuk dalam pembahasan kondisi setelah Nisfu Syaban. Buya Yahya mengatakan ada yang menobatkan hukumnya adalah haram.
Mengapa beberapa hadis menganggap hukum puasa sunnah sebelum Ramadhan haram? Buya Yahya menjelaskan hal ini dari perbandingan beberapa hadis agar tidak keliru.
Dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Buya Yahya, Sabtu (15/2/2025), pengasuh LPD Al Bahjah ini memaparkan soal pelaksanaan puasa sunnah yang dikerjakan pada bulan Syaban.
Puasa di bulan Syaban berarti menjadi aspek terpenting bagaimana caranya bisa melatih diri agar terbiasa berpuasa saat masuk bulan Ramadhan.
- iStockPhoto
Puasa sunnah yang satu ini berdasarkan sejumlah hadis sebagai ibadah yang sering dilakukan Rasulullah SAW di bulan Syaban.
Sayangnya, banyak umat Muslim melalaikan amalan sebelum memasuki Ramadhan. Penegasan ini juga berasal dalam redaksi hadis riwayat dari Usamah bin Zaid, Rasulullah SAW bersabda:
"Bulan Syaban adalah bulan di antara Rajab dan Ramadhan, di mana banyak manusia yang lalai. Bulan ini adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah Rabb semesta alam, dan aku ingin ketika amalku diangkat aku dalam keadaan berpuasa." (HR. An Nasa'i)
Artinya, bulan Syaban sebelum Ramadhan adalah waktu terbaik Rasulullah SAW memperbanyak amalan ibadah, salah satunya puasa guna persiapan menyambut bulan suci yang penuh keberkahan.
Sebagian ulama juga telah menyoroti hadis yang menganjurkan 15 hari sebelum memasuki bulan Ramadhan, sebut saja puasa sunnah di Nisfu Syaban dianggap sangat lemah.
Hadis mengarahkan puasa sunnah di Nisfu Syaban, tidak ada kekuatan yang memberikan tanda Rasulullah SAW menganjurkan ibadah tersebut kepada umatnya.
Ada beberapa hadis riwayat melarang puasa setelah Nisfu Syaban, salah satunya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, begini redaksinya:
"Jika tersisa separuh bulan Syaban, janganlah berpuasa." (HR. Tirmidzi Nomor 738 & Abu Dawud Nomor 2337)
Redaksi hadis riwayat lainnya berasal dari Ibnu Majah, seperti ini bunyinya:
"Jika tersisa separuh bulan Syakban, maka tidak ada puasa sampai datang Ramadhan." (HR. Ibnu Majah Nomor 1651)
Sebagai pendakwah, Buya Yahya meluruskan kalau puasa yang niatnya selain kesunnahan setelah Nisfu Syaban, maka tidak menjadi masalah.
Pengasuh LPD Al Bahjah itu lebih condong membicarakan qadha utang puasa Ramadhan sebelumnya, semisal sudah bolong pada bulan Ramadhan tahun lalu, maka wajib dibayar tuntas.
"Jika ibu-ibu yang memiliki utang (puasa Ramadhan), itu enggak menjadi masalah dan tidak ada larangan sama sekali," ujar dia.
Ia sering melihat ada orang mukmin hanya gaya-gayaan puasa sunnah, namun mereka belum terbiasa yang sebaiknya tidak perlu dikerjakan sebelum masuknya Ramadhan.
"Kalau orang sudah memasuki Nisfu Syaban dan dia tidak punya kebiasaan (puasa), maka jangan berpuasa," tegasnya.
Persoalan keharaman mengisi puasa sunnah, Buya Yahya mengambil dari penjelasan Mazhab Imam Syafi'i. Beliau menyampaikan dua pendapat.
"Pertama mengatakan haram enggak usah puasa (setelah Nisfu Syaban). Kalau yang Kedua adalah makruh," terangnya.
Pendakwah kelahiran asal Blitar itu menyarankan sebaiknya spekulasi ini tidak perlu menjadi perdebatan.
"Jadi Anda tidak perlu bingung terkait hal ini. Jika ingin puasa, sebaiknya puasalah, tapi caranya yang paling tepat. Nabi pernah bersabda soal jangan kau mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari," paparnya.
Ia membagikan cara terbaiknya mengisi puasa sunnah, sebaiknya dikerjakan sebelum Nisfu Syaban agar tidak terjebak dalam kekeliruan.
"Semisal Anda pengin aman biar pun menurut mazhab kita Imam Syafi'i, tetap saja diperkenankan Anda puasa," tandasnya.
(hap)