- Tangkapan Layar YouTube Al Bahjah TV
Selalu Timbulkan Perdebatan, Benarkah Perayaan Maulid Nabi Syirik? Buya Yahya Tegaskan kalau Hukum Acara itu...
tvOnenews.com - Maulid Nabi menjadi bentuk kegiatan yang dilakukan umat Muslim untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Biasanya umat Muslim turut merayakan Maulid Nabi dilakukan setiap tahun sekali, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Maulid Nabi juga berfungsi sebagai pengingat dan penghormatan kebesaran dan meniru keteladanan dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun, kebanyakan orang menganggap perayaan Maulid Nabi disebut syirik.
Perdebatan tersebut berawal dari perbuatan yang dilarang dan dianggap bid'ah mengandung syirik saat merayakan Maulid Nabi.
Ilustrasi persiapan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. (ANTARA/Moch Asim)
Lantas, apakah benar merayakan Maulid Nabi mengandung syirik? Buya Yahya turut membahas hukum kasus ini sebagai berikut.
Dilansir tvOnenews.com melalui tayangan channel YouTube Al-Bahjah TV, Rabu (11/9/2024), Buya Yahya mengambil pembahasan tentang tema Maulid Nabi.
Buya Yahya ikut menjelaskan banyaknya pendapat yang dilontarkan terkait perayaan Maulid Nabi.
Buya Yahya telah mendengar ada banyak perbedaan pendapat menimbulkan perdebatan soal merayakan Maulid Nabi.
Hal ini membuat Maulid Nabi dianggap bid'ah atau syirik pasca dari pendapat mereka.
Pengasuh LPD Al Bahjah, Cirebon itu menjelaskan bahwa, umat Muslim harus melihat dari segi tujuan diadakannya Maulid Nabi.
"Kita pahami bahwa esensi hakikat isi serta tujuan orang merayakan Maulid Nabi itu apa dulu," ungkap Buya Yahya.
Menurutnya, Maulid Nabi sebagai bentuk pengenalan kepada seluruh umat khususnya umat Muslim terkait yang ada pada Nabi Muhammad SAW.
Ia mengatakan hal tersebut sangat diperbolehkan agar umat Muslim mengenali keteladanan yang luar biasa dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW.
"Tujuan daripada merayakan Maulid Nabi sangat jelas adalah mengangkat syiar, membesarkan, mengagungkan, mengenalkan umat kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dan ini semua adalah hal yang dianjurkan," jelasnya.
Pendakwah karismatik kelahiran asal Blitar itu menyebutkan cara menghadiri suri teladan Nabi Muhammad SAW sangat penting.
Ia berpendapat pengenalan suri teladan tersebut akan menimbulkan kegembiraan dan terus menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
"Dan tentunya hal ini dimulai dengan kegembiraan kita kesenangan kita dengan hadirnya Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, tuturnya.
Lanjut, Buya Yahya menyarankan agar anak muda yang masih belum mengetahui esensi dari Maulid Nabi harus segera mengenalnya melalui acara tersebut.
Ia menjamin bahwa, esensi tersebut akan membantu pola pikir tentang tujuan diadakannya Maulid Nabi.
"Cukup Anda wahai anak-anak muda ikuti saja cara berpikir seperti ini nanti akan sampai kepada tujuannya," sarannya.
Ia menyampaikan cara menumbuhkan kecintaan melalui rasa senang atas kehadiran dan ajaran yang diberikan Nabi Muhammad SAW.
Tak hanya itu, ia mengatakan orang-orang yang menganggap Maulid Nabi syirik harus mengetahui ada anugerah terindah saat Nabi Muhammad SAW dihadirkan oleh Allah SWT.
"Yang harus Anda pastikan pada diri Anda adalah Anda harus senang dengan Baginda Nabi, bersyukur kepada Allah yang telah mengutus Baginda Nabi untuk kita," terangnya.
"Baginda Nabi yang dari bangsa manusia dengan kelebihan-kelebihan akhlaknya yang Allah sudah berpesan dan menyebutkan bahwa pada diri nabi adalah suri teladan bagi yang ingin menjalan hidup dengan benar," tuturnya.
"Maka suri tauladannya adalah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, maka sangat penting kita untuk bersuri teladan," sambungnya.
Meski demikian, Buya Yahya menyampaikan bahwasanya saat meniru dan menerapkan suri teladan Nabi Muhammad SAW harus dilakukan melalui tahap pengantarnya.
Ia menyebutkan pendahuluan yang harus dilakukan menumbuhkan rasa kekaguman kepada beliau.
"Tapi meneladani seseorang harus ada mukadimah harus ada kekaguman pada diri kita serta kecintaan agar di saat kita mengikuti atau bersuri teladan adalah dengan rasa," imbuhnya.
"Rasa senang, rasa puas di saat kita mengikuti bukan sebuah keterpaksaan," lanjutnya.
Menurutnya, orang yang terpaksa saat ingin mengetahui esensi Maulid Nabi dipengaruhi berlatarbelakang udaya maka bisa menimbulkan keterpaksaan.
"Mungkin kita suruh mengikuti sekelompok atau budaya sesuatu seseorang tapi dengan paksa karena aturan di sebuah daerah itu tidak akan dinikmati," paparnya.
Sebaliknya, orang yang menanamkan kesenangan maka bisa merasakan kenikmatan yang luar biasa atas suri teladan Nabi Muhammad SAW.
"Tapi di saat kita mensuri teladani Baginda Nabi atas dasar kekaguman kita kepada sosok agung ini dan atas dasar cinta maka di saat kita mencuri teladani adalah dengan rasa kita punya kepuasan dan kita menjemput kenikmatan karena kita bisa meniru yang dicintai," jelasnya.
"Maka dari itu para ulama yang cerdas-cerdas itu memahami makna suri teladani. Mukadimah mensuri tauladani adalah harus ada kekaguman dan cinta," tandasnya.
Wallahu A'lam Bishawab.
(hap)