- freepik
Sirah Nabawiyah: Kisah Nabi Muhammad SAW saat Usia 20 Tahun di Perang Fijar
Jakarta, tvOnenews.com - Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul pernah terlibat dalam pertempuran yang disebut Perang Fijar.
Perang ini disebut "Fijar" (artinya perang yang penuh dosa atau kekacauan), karena dianggap melanggar kesucian bulan-bulan haram, dimana biasanya saat itu bangsa Arab dilarang berperang. Meskipun pada saat itu Nabi Muhammad SAW masih remaja dan belum diangkat sebagai Rasul, namun beliau turut serta dalam perang Fijar ini.
Menurut beberapa riwayat, Nabi Muhammad SAW tidak secara langsung bertempur, melainkan berperan membantu paman-pamannya dengan mengumpulkan anak panah di medan perang.
Hal ini sebagaimana dilansir tvOnenews.com dari Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.
Baca: Kisah Nabi Muhammad SAW Ketika Dirawat Ibu, Kakek dan Paman
Pada saat Nabi Muhammad SAW berusia dua puluh tahun dan terjadilah Perang Fijar antara kabilah Quraisy dan sekutu mereka dari Bani Kinanah melawan kabilah Qais Ailan.
Harb bin Umayyah terpilih menjadi komandan perang membawahi kabilah Quraisy dan Kinanah secara umum karena faktor usia dan kebangsawanan. Kemenangan pada pagi hari berada di pihak kabilah Qais.
Namun pada pertengahan hari keadaan terbalik, kemenangan justru berpihak pada Kinanah.
"Perang Fijar" dinamakan demikian karena dinodainya kesucian asy-syahrul haram (bulan yang dilarang perang di dalamnya).
Dalam perang ini, Nabi Muhammad SAW ikut serta dan membantu paman-pamannya menyediakan anak panah buat mereka.
Hilful Fudhul
Perang ini mendorong terbentuknya "Hilful Fudul," sebuah perjanjian untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak orang yang tertindas.
Hilful fudhul adalah perjanjian kebulatan tekad/sumpah setia pada bulan Dzulqa'dah, di suatu bulan haram.
Banyak Kabilah-kabilah Quraisy yang ikut berkumpul pada perjanjian tersebut yaitu Bani Hasyim, Bani al-Muththalib, Asad bin Abdul Uzza, Zuhrah bin Kilab dan Taim bin Murrah.
Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Jad'an at-Taimi karena faktor usia dan kebangsawanannya.
Dalam perjanjian tersebut, mereka bersepakat dan berjanji bahwa manakala ada orang yang dizalimi di Makkah, baik dia penduduk asli maupun pendatang.
Maka mereka akan bergerak membelanya hingga haknya yang telah dizalimi dikembalikan lagi kepadanya.
Rasulullah turut menghadiri perjanjian tersebut.
Setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan Risalahnya, Nabi Muhammad SAW bersabda, hal ini ditemukan dalam beberapa riwayat.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ شَهِدْتُ حِلْفَ الْمُطَيَّبِينَ مَعَ عُمُومَتِي وَأَنَا غُلَامٌ فَمَا أُحِبُّ أَنَّ لِي حُمْرَ النَّعَمِ وَأَنِّي أَنْكُثُهُ
Sesungguhnya Nabi bersabda: “Aku pernah menyaksikan Hilfa al Muthoyyabin bersama para pamanku sewaktu aku masih kecil. Aku tidak ingin membatalkannya dengan mendapatkan unta merah.
Itulah keabsahan peristiwa ini dan keikutsertaan Nabi Muhammad SAW dalam Hilful Fudhul yang disampaikan oleh beliau setelah menjadi nabi dan rasul, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya dari sahabat Abdurrahman bin ‘Auf.
Wallahu’alam