news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Penyair Abdul Hadi WM meninggal dunia pada Jumat, pukul 03.36 WIB di RSPAD Gatot Subroto dalam usia 77 tahun..
Sumber :
  • Buku 25 Tahun Dewan Kesenian Jakarta

Abdul Hadi WM, dari Pemberontakan Seni hingga Pengadilan Puisi

Sastrawan Abdul Hadi WM berpulang pada usia 77 tahun meninggalkan banyak karya abadi di jagat puisi modern Indonesia. Ia eksponen pemberontakan seni pada 1970-an lewat Taman Ismail Marzuki dan Majalah Sastra Horison.
Sabtu, 20 Januari 2024 - 00:47 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com-Sastrawan yang juga Guru Besar Bidang Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Jakarta Abdul Hadi Wiji Muthari meninggal dunia pada Jumat, pukul 03.36 WIB di RSPAD Gatot Subroto dalam usia 77 tahun.

Pada era 1970an, ketika pemberontakan seni merajalela, puisi Abdul Hadi mendominasi skena puisi saat itu, terutama setelah banyak diperkenalkan Sapardi di Majalah Horison dan Budaja Jaya. Kedekatan gaya estetik Goenawan, Sapardi dan Abdul Hadi sempat digugat sebagai jaringan epigonisme, terlalu intelektual dam kebarat-baratan oleh sejumlah penyair muda dari berbagai daerah: Darmanto Jatman (Seamarng), Umbu Landu Parangi (Yogyakarta), Sutardji Calzoum (Bandung). 


Dengan dibentuknya Dewan Kesenian Jakarta dan Taman Ismail Marzuki, saat itu kebaruan memang dirayakan hampir di semua cabang seni. Pertunjukan tari dari Sardono W Kusumo, pentas teater Putu Wijaya, cerpen ceren Danarto atau sajak sajak Sutardji jadi seni garda depan saat itu.  

Namun, dari waktu ke waktu Abdul Hadi WM membuktikan 'kelasnya' sebagai penyair dan gaya persajakannya semakin kokoh dan matang.

Kritikus sastra terpandang A Teeuw menganalisa sajak Abdul Hadi, Ombak Itulah (1977), lalu dikumpulkan dalam buku Tergantung Pada Kata yang diterbitkan Pustaka Jaya.  A Teeuw menyebut Abdul Hadi WM, puisinya upaya terus menerus untuk menghapuskan keseharian kata-kata, untuk merongrong kebiasan dan kewajaran makna kata-kata. "Sajak sajaknya bukan sesuatu sajak yang optimis," ujar A Teeuw. 

Sebagai bekas mahasiswa filsafat, pengetahuan sastranya luas. ia dengan mudah menjelaskan teori teori Bergson dengan L'Evolution Creatricenya, tentang Coleridge, pemimpin aliran romantikdi Inggris pada permulaan abad ke-19. Ia fasih mengenal Taine, Saul Below, Camus, Dostojevsky, hingga penyair-penyair romantik Rusia. Ia karib dengan Rumi, Hamzah Fansuri hingga Syeh Siti Jenar. 

"Seorang penyair modern dituntut intelektualitasnya, pengetahuannya yang luas, di samping ketrampilannya dalam bahasa. Dua jalan yang harus mereka tempuh sekaligus, kontemplasi dan aksi," ujar Abdul Hadi suatu kali. 

Pergaulan kreatifnya ditempa di Taman ismail Marzuki. Ia pula konon yang menabalkan julukan Presiden Penyair untuk Sutardji Calzoum Bachri.    

Berita Terkait

1
2 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

16:39
05:06
00:56
02:33
00:57
00:57

Viral