news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ilustrasi 11.
Sumber :
  • Istimewa

Pasca COP30 Brasil, Kemenhut Dorong Percepatan Penetapan 1,4 Juta Hektare Hutan Adat

Dalam lokakarya tersebut, Kemenhut memaparkan Peta Jalan Percepatan Penetapan Status Hutan Adat yang menekankan peran Masyarakat Hukum Adat.
Sabtu, 20 Desember 2025 - 06:57 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com - Menindaklanjuti komitmen Indonesia dalam forum COP30 di Belém, Brasil, Kementerian Kehutanan menggelar Lokakarya Nasional Pasca COP30 pada 17–18 Januari 2026 di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta. Kegiatan ini bertujuan mempercepat target nasional penetapan 1,4 juta hektare Hutan Adat.

Dalam lokakarya tersebut, Kemenhut memaparkan Peta Jalan Percepatan Penetapan Status Hutan Adat yang menekankan peran Masyarakat Hukum Adat (MHA) tidak hanya sebagai penjaga kawasan hutan, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan.

Pendekatan tersebut dinilai sejalan dengan agenda Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) yang mendorong pembangunan ekonomi lebih seimbang antara kepentingan manusia dan kelestarian alam, salah satunya melalui penguatan rantai nilai bioekonomi yang bertanggung jawab.

Direktur Eksekutif KEM Fito Rahdianto menilai percepatan pengakuan Hutan Adat perlu diikuti dengan penguatan aspek ekonomi. Menurutnya, pengakuan wilayah kelola masyarakat adat tidak cukup berhenti pada administrasi, tetapi harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan.

“Peningkatan kesejahteraan MHA membutuhkan keterhubungan yang lebih kuat dengan rantai nilai ekonomi nasional dan internasional. Dengan begitu, masyarakat adat tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi memiliki posisi tawar yang lebih setara,” ujar Fito.

Dalam diskusi, peserta lokakarya menyoroti masih lemahnya posisi MHA dalam rantai nilai ekonomi. Keterbatasan kapasitas produksi, minimnya akses pembiayaan, serta ketergantungan pada tengkulak dinilai menjadi persoalan utama. Akibatnya, potensi ekonomi Hutan Adat—mulai dari hasil hutan bukan kayu, agroforestri, jasa lingkungan, hingga pengetahuan lokal—belum sepenuhnya memberikan nilai tambah yang adil bagi masyarakat.

Selain itu, sejumlah risiko sosial dan ekologis turut diidentifikasi, seperti konflik tata batas, tergerusnya kearifan lokal, ketimpangan gender, hingga risiko eksploitasi berlebihan ketika suatu komoditas berhasil secara ekonomi. Oleh karena itu, penerapan prinsip safeguard sosial dan ekologis dinilai penting dalam setiap bentuk kemitraan dengan pihak swasta maupun pemangku kepentingan lainnya.

CEO EcoNusa, Bustar Maitar, menekankan bahwa pembangunan ekonomi berbasis Hutan Adat, khususnya di wilayah rentan seperti Papua dan Maluku, hanya dapat berjalan jika masyarakat adat ditempatkan sebagai aktor utama.

Berita Terkait

1
2 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

01:02
02:56
15:03
10:35
06:54
01:00:11

Viral