news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ibunda Timothy Anugerah.
Sumber :
  • Kolase tvOnenews / YouTube tvOnenew / YouTube CURHAT BANG Denny Sumargo

Sempat Dikira ADHD, Ibunda Timothy Anugerah Jujur Putranya Paling Trauma dengan Hal Ini

Ibunda Timothy Anugerah ungkap kisah masa kecil putranya yang sempat dikira ADHD. Denny Sumargo turut hadir dalam podcast menyentuh tentang trauma mendalam.
Sabtu, 25 Oktober 2025 - 13:42 WIB
Reporter:
Editor :

tvOnenews.com - Kasus Timothy Anugerah masih menjadi sorotan publik. 

Nama Timothy Anugerah, mahasiswa Universitas Udayana, terus diperbincangkan setelah kematiannya pada 15 Oktober 2025 memicu gelombang empati dan kemarahan publik akibat dugaan perundungan. 

Di tengah kesedihan itu, ibunda Timothy Anugerah akhirnya angkat bicara dalam podcast Denny Sumargo, mengungkap sisi lain kehidupan putranya yang tak banyak diketahui orang.

Dalam tayangan Curhat Bang Denny Sumargo yang diunggah di YouTube, Sharon, ibunda mendiang Timothy dengan suara tenang namun penuh emosi menceritakan perjalanan hidup anak tunggalnya sejak kecil. 

Salah satu kisah yang mencuri perhatian adalah saat Timothy sempat dikira mengidap ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sebelum masuk sekolah dasar.

Dalam percakapan itu, Denny Sumargo bertanya dengan penuh empati.

“Tapi ada nggak kondisi-kondisi Timy yang lain yang kemudian akhirnya perlu special treatment gitu?” tanya Denny Sumargo.

Sharon pun menjawab dengan tegas bahwa anaknya tidak memiliki kondisi khusus seperti yang mungkin disangka orang.

“Enggak,” jawab sang ibu dengan tenang.

Ia kemudian mulai menceritakan masa kecil putranya yang dikenal ceria dan penuh semangat.


Ibunda Timothy dan Mendiang Timothy Anugerah. (Sumber: YouTube Curhat Bang Denny Sumargo/Instagram @8_11_timothyanugerah)

“Jadi dia sebelum masuk ke SD ya, dia itu kan di Highscope, biasa aja cerah ceria dan sebagainya gitu. Nah, terus habis itu dari Highscope kita memasukkan ke SD, ke bukan SD sih, TK yang lebih besar yang lebih atasnya gitu ya. Itu di sekolah internasional,” kenang sang ibu.

Namun, sebelum akhirnya masuk ke sekolah tersebut, mereka sempat mencoba mendaftarkan Timothy ke sekolah lain.

“Kemudian sebelum itu kita sempat coba daftarkan ke sekolah internasional yang lain. Bukan yang Timy akhirnya daftar itu ya. Nah, waktu mau masuk itu kan kayak diobserve gitu. Dibilangnya itu kita enggak bisa terima, kayaknya anak ibu itu ADHD, Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Karena mungkin terlalu ceria atau apa menurut sekolah itu gitu,” ujar Sharon dengan nada sedih.

Mendengar hal itu, hatinya hancur. “Saya hatinya hancur waktu itu. Ini belum-belum masuk sekolah, baru mau daftar terus sudah dibilang seperti itu,” ungkap sang ibu lirih.

Karena tidak ingin gegabah menerima penilaian tersebut, Sharon mencari referensi ilmiah untuk memastikan kebenarannya.

“Saya cari banyak sekali referensi gitu ya. Dan karena saya di kampus juga gitu kan, itu ya mereka nyatakan untuk menegakkan diagnosis ADHD itu tidak semudah sekali observasi, ngelihat apa yang terjadi anak itu bagaimana perilakunya terus dibilang bahwa ini ada ADHD, enggak bisa seperti itu,” jelasnya.

Mendengar cerita tersebut, Denny Sumargo menimpali dengan penuh pengertian.

“Iya, secara medikalnya kan, background-nya juga dokter, dosen juga kan di Maranatha kan,” ujar Denny dengan nada menghargai.

Sang ibu kemudian melanjutkan dengan lebih dalam.

“Iya. Tapi ya waktu itu mau memasukkan anak ke sekolah kemudian dibilang seperti itu, sempat aduh gimana juga gitu ya. Terus saya tanya sebetulnya, sempat tanya ‘apa sih yang terjadi?’ Jadi tim itu katanya waktu diobserve itu, dia tuh ngelihat-ngelihat kayak gini-gini-gini [melihat ke atas dan sekitar] terus gitu, ngelihat-ngelihat gitu,” cerita Sharon sambil mengingat momen itu.

Ternyata, perilaku Timothy saat itu bukanlah tanda gangguan, melainkan rasa ingin tahu yang besar terhadap lingkungan baru.

“Nah saya tahu, oh ini ya bukan karena itu. Nah Timy itu kan orangnya sangat curious. Jadi ini lingkungan baru, dia dimasukkan di kelas untuk diobserve kira-kira bisa ikut di kelas itu atau enggak gitu kan. Pasti ya dia jelalatan lah matanya ke mana-mana gitu,” jelas sang ibu dengan senyum kecil mengenang anaknya.

Namun ada alasan lain yang membuat Timothy tampak gelisah di ruang observasi.

“Sudah gitu saya sempat tanya sama Timy. Jadi di kelas itu ada akuariumnya. Dia itu takut ikan,” ujar Sharon dengan nada lembut.

Mendengar hal itu, Denny Sumargo tampak heran dan langsung bertanya.

“Kenapa dia takut ikan?” tanya Denny penasaran.

Sang ibu lalu menjelaskan asal mula ketakutan putranya itu.

“Karena waktu masih bayi di rumah saya di kampung itu, dia tuh pernah main-main sama ikan gitu terus dia masukin jarinya, terus digigit. Habis itu dia enggak mau berurusan sama ikan,” jelas Sharon sambil menahan haru.

Trauma itu ternyata terbawa hingga Timothy beranjak dewasa.

“Jadi kalau lihat kolam kayak gitu dia enggak mau. Trauma ikan. Tapi kalau ikan dimakan sampai habis sampai gak ada sisanya, tinggal tulangnya,” ucap sang ibu sambil tertawa kecil.

Mendengar itu, Denny mencoba mencairkan suasana dengan senyum tipis.

“Oke. Dia berarti makan ikannya supaya dia senang ya,” ujar Denny sambil tertawa kecil.

Sharon mengangguk, masih dalam kenangan. “Iya. Akhirnya kita gak jadi masukkan ke sekolah itu. Kita ke sekolah internasional yang lain,” jelasnya.

Denny lalu kembali memastikan apakah setelah kejadian itu ada kendala lain di sekolah baru Timothy.

“Tapi di sekolah internasional yang lain tidak didiagnosis apa-apa? Dan dia sekolah biasa saja? Nilai akademis apa segala macam?” tanya Denny Sumargo.

Sang ibu pun menjawab dengan tenang. “Yang saya ingat nilai itu bukan nilai kayak sekolah-sekolah kita biasa ya,” ujarnya.

Denny kembali menegaskan dengan nada yakin. “Iya. Kita kan dulu zaman dulu kan ada ranking satu apa ini kan normal aja gitu, tapi berarti secara akademis dia mengikuti pelajaran dengan baik gitu ya. Kan ada reportnya pasti kan tidak ada masalah kan harusnya?” tanyanya lagi.

Sharon pun menjawab dengan lembut, “Enggak, enggak ada.”

Percakapan antara Denny Sumargo dan Sharon ini menjadi salah satu momen paling menyentuh yang diunggah ke publik. 

Bukan hanya membahas sisi akademis atau sosial Timothy, tetapi juga memperlihatkan sisi manusiawi seorang ibu yang berjuang memahami dan membela anaknya dari stigma.

Podcast Curhat Bang Denny Sumargo kali ini menjadi pengingat bahwa setiap anak unik, dan setiap orang tua berhak memperjuangkan pemahaman serta kasih untuk anak mereka.

Di balik kisah duka Timothy Anugerah, tersimpan pelajaran berharga tentang cinta, penerimaan, dan pentingnya empati di dunia pendidikan.

(anf)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral