- Tim tvOne - Sonik Jatmiko
Kupat Landan, Cita Rasa Bumbu Penyedap Berbahan Alami Pelepah Pohon Kelapa
Purbalingga, Jawa Tengah - Kuliner satu ini agak susah ditemukan di Purbalingga Jateng. Namanya kupat landan. Beralasan, karena pembuat kupat landan sudah sangat jarang. Kupat landan bisa ditemui di pedagang soto, bakso, atau makanan di pasar tradisional.
Salah satu yang masih dijumpai, di Pasar Panican, Kecamatan Kemangkon Purbalingga. Di sini masih tergantung kupat landan di rombong soto milik salah satu pedagang.
"Kupat landan adalah ketupat, dialek Banyumasan menyebutnya memang kupat. Ciri khasnya adalah berwarna merah gelap, mulai dari pembungkus jamur sampai bagian dalam, atau bagian daging ketupat," ujar Adi Purwanto, salah seorang pemerhati budaya di Purbalingga.
Kupat landan, terang Adi, awalnya hanya bisa dijumpai saat momen lebaran, karena pembuatannya butuh proses panjang. Pelepah pohon kelapa dibakar, abunya ditambah air dan disaring perlahan. Air saringan ini yang digunakan untuk memasak kupat.
"Dan generasi pembuat kupat landan, rata-rata lajur di tahun 1940-an. Regenerasi tak mudah dilakukan, sehingga yang bisa membuat kupat landan tinggal beberapa saja," ujarnya.
Lazimnya, kupat landan dinikmati dengan semangkuk soto, bakso atau makanan berkuah lainnya. Tetapi digadon juga enak, ditemani mendoan tempe hangat ditambah cabai rawit.
Nah, di Pasar Panican masih ada yang menjajakan kupat landan. Kupat berwarna merah kusam dipotong-potong, lalu dimasukkan ke dalam mangkuk. Ditambah tauge, mie putih, daun bawang, kerupuk dan daging ayam atau sapi, lalu disiram kuah kaldu.
"Kalau pakai kupat landan, rasanya lebih mantap. Jadi kayak ada asam asin dan gurih. Pokoknya rasanya mirip penyedap rasa buatan, tapi ini asli," ujar Asri, pembeli soto kupat landan.
Selain itu, untuk warga Purbalingga, kupat landan termasuk hidangan bernilai. Bagi generasi sampai 90-an, merekam pengalaman kupat landan sebagai hidangan hari raya.
"Ada nuansa itu (hari raya), tetapi ini bisa dinikmati kapan saja. Paling enak memang dinikmati dengan soto, meski sebenarnya bisa juga dengan bakso atau bahkan hanya dengan mendoan tempe, kupat landan tetap enak," ujarnya.
Rasiyem (62), salah seorang pembuat kupat landan di Desa Tidu, Kecamatan Kemangkon menyebut, keahlian didapat dari orang tuanya. Dahulu, tiap beberapa hari sebelum lebaran, dia selalu membantu ibu dan nenek membuatnya.
"Gampang-gampang susah. Kalau melihat prosesnya seperti mudah. Tetapi kalau tidak pas dan kurang hati-hati, warna dan rasanya tidak sama," ujarnya.
Rasiyem kini membuat kupat landan hampir tiap hari. Selain untuk dijajakan ke pasar, juga selalu ada pesanan. Pelan-pelan, dia selalu mengajak anak dan cucu untuk membantu saat membuat kupat landan. Agar tetap lestari. (Sonik Jatmiko/Buz)