- Istockphoto
Ekosistem Sungai Jadi Kunci Lawan Krisis Iklim, Begini Langkah Nyata Selamatkan DAS Ciliwung untuk FOLU Net Sink 2030
tvOnenews.com - Sungai bukan sekadar aliran air, melainkan nadi kehidupan yang menopang ekosistem dan manusia. Keberadaan sungai menjaga keseimbangan siklus air, mendukung keanekaragaman hayati, hingga menjadi sumber air bersih bagi jutaan orang.
Namun, krisis iklim global membuat peran sungai semakin vital. Tanpa pengelolaan yang bijak, risiko banjir, kekeringan, hingga kehilangan biodiversitas akan semakin parah.
Dalam konteks perubahan iklim, ekosistem sungai memiliki kemampuan alami menyerap karbon, mengatur suhu mikro, serta menjaga stabilitas lingkungan.
Rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), terutama di kawasan hulu, tidak hanya melindungi ekologi tetapi juga menjadi strategi mitigasi iklim. Artinya, sungai yang sehat dapat menjadi benteng utama menghadapi dampak krisis iklim yang kian kompleks.
Karena itu, menjaga sungai berarti menjaga masa depan. Sungai yang lestari membuka peluang ekonomi sirkular, ekowisata, hingga perdagangan karbon.
Dengan keterpaduan lintas pihak, pengelolaan DAS bisa menjadi solusi nyata untuk mendukung target nasional FOLU Net Sink 2030, sebuah komitmen Indonesia menekan emisi karbon dari sektor kehutanan dan lahan.
Kesadaran ini yang mendorong Gerakan Ciliwung Bersih (GCB) menggelar forum Pembekalan Para Pihak Dalam Memperkuat Keterpaduan Pengelolaan DAS Ciliwung pada 2–4 September 2025 di Grand Sahid Hotel, Jakarta.
Acara dibuka oleh Ir. Dyah Murtiningsih, M.Hum., Dirjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan, dengan melibatkan 60 peserta dari unsur kementerian, pemerintah daerah, akademisi, swasta, media, hingga komunitas lokal.
“Sungai tidak bisa diselamatkan oleh satu pihak saja. Sejak 1989, GCB lahir dari keprihatinan atas kondisi Ciliwung. Kunci keberlanjutan ada pada sinergi bersama,” ujar Ketua Umum GCB, Ir. Peni Susanti, Dipl.Est.
Program GCB seperti Sekolah Sungai, Ciliwung Center, ekowisata edukatif, dan inovasi Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) terbukti meningkatkan partisipasi masyarakat. Peni berharap model ini dapat menjadi benchmark bagi pengelolaan sungai lain di Indonesia. Perlunya juga adanya transformasi pola pikir dari egosystem ke ecosystem.
“Pendekatan ekosistem bukan sekadar jargon. Dengan kerangka ESG (Environmental, Social, Governance), pengelolaan DAS tak hanya menjaga lingkungan, tapi juga membuka peluang ekonomi berkelanjutan,” jelas Dr. Triarko Nurlambang, MA.
Senada, Prof. Haruni Krisnawati, S.Hut., M.Si., menegaskan hutan di hulu DAS adalah penyerap karbon alami. Rehabilitasi vegetasi, menurutnya, mendukung FOLU Net Sink sekaligus membuka peluang ekonomi karbon bagi masyarakat.
Diskusi juga menyoroti masalah banjir Jakarta yang berakar pada degradasi DAS. Dr. Khairul Ishak Mahadi, MPM, menegaskan solusi harus berbasis kolaborasi lintas sektor dengan prinsip inklusif, transparan, dan partisipatif. Ia mengusulkan forum terpadu dengan integrasi data, pendanaan bersama, serta aksi kolaboratif berkelanjutan.
- Ist
Forum menghasilkan rekomendasi strategis: peningkatan kapasitas SDM, penguatan tata ruang, pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan teknologi modern, hingga replikasi praktik baik GCB.
Ppenekanan bahwa pengelolaan DAS adalah kunci pencapaian FOLU Net Sink 2030. “Komitmen Indonesia bukan hanya di atas kertas, ttapi diwujudkan lewat aksi kolaboratif lintas pihak,” tegas Dirjen Dyah Murtiningsih.
Dengan kesepakatan melanjutkan sinergi, DAS Ciliwung diharapkan menjadi model pengelolaan sungai terpadu yang mendukung ketahanan iklim, kesejahteraan masyarakat, dan komitmen global Indonesia. (udn)