- Tim tvOne - Aditya Bayu
Mengintip Produksi Batik Eco Dyeing, Membatik Dengan Daun dan Batang Pohon
Semarang, Jawa Tengah - Terinspirasi dari aneka tanaman yang ada di lahan miliknya seluas 2 hektar di Desa Trayu, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Ricyanto, seorang warga di Kabupaten Semarang membuat 'eco dyeing aesthetics textile' yang mampu menembus pasar eropa, salah satunya Perancis.
'Eco dyeing aesthetics textile' adalah teknik yang dipakai untuk pewarnaan pada kain dengan cara steam atau pengukusan. Biasa digunakan untuk mengeluarkan warna-warna alami dari tumbuh-tumbuhan
Riyanto memproduksi 'eco dyeing aesthetic textile' tersebut dengan menggunakan bahan pewarna alam yang berasal dari kayu dan daun.
"Sebetulnya yang membuat seperti ini sudah banyak, tapi kami mencoba mengembangkan dan melakukan riset agar kualitas produk terus meningkat," jelas Ricyanto, saat dijumpai Rabu (17/11/2021)
Ricyanto memadukan eco dyeing buatannya dengan bahan serat alami seperti dari serat kayu.
"Kainnya juga yang baik seperti katun dan sutra, bukan campuran plastik ya," ungkapnya.
Daun yang digunakan untuk produksi adalah yang bisa mengeluarkan warna, dan biasanya dalam satu lembar kain digunakan berbagai jenis daun serta disesuaikan dengan tema yang dibuat, sehingga bisa didapatkan perpaduan warna yang diinginkan.
"Tidak semua daun bisa mengeluarkan warna. Daun yang akan digunakan diletakan di kain, kemudian digulung dan disteam hingga warna daun berpindah ke kain. Kemudian dibuka dan dikeringkan. Warna yang keluar itu adalah warna alami dan asli, kami tidak menambah warna, sehingga saat menempelkan daun pada kain disusun sedemikian rupa agar didapat motif yang diinginkan," papar Ricyanto.
Dengan cara yang alami tersebut, satu produk kain tidak mungkin bisa sama persis satu dengan lainnya.
"Untuk tiap kain, meski memeliliki tema batik yang sama, namun bisa dipastikan setiap kain memiliki corak yang berbeda, baik dari warna dan ukuran daun pasti tidak sama. Kita hanya bisa menggambarkan tema besarnya, tapi tidak bisa sama persis," kata dia.
Ricyanto mencontohkan warna merah dari daun jati dan coklat dari kayu akasia.
"Serat dan tulangan daun-daun itu sangat detail dan kuat, sehingga menarik minat orang luar negeri terutama Prancis karena disana tidak ada daun-daun dari pohon tersebut," jelas Ricyanto yang juga menjalankan usahanya eco dyeing Sumowono Bamboo Garden.
Menurut Ricyanto dengan adanya pohon-pohon di kebunnya, maka kelanjutan produksi bisa terjaga.
"Kalau ada pesanan kita bisa memenuhi kebutuhan di Prancis. Kalau dalam negeri kita menjual di Palembang, Jakarta, dan Surabaya serta beberapa kota lain," paparnya.
Harga jual kain eco dyeing aesthetics textile berkisar antara Rp 200.000 hingga Rp 400.000. Sementara yang berbentuk baju atau kaos, dijual Rp 125.000 hingga Rp 250.000.
" Untuk perawatannya cukup mudah, seperti batik pada umumnya. Mencuci jangan pakai deterjen dan mesin, mending dikucek pakai tangan langsung. Saat dijemur juga dibalik, yang ada bagian polanya jangan kena matahari langsung, serta jangan diseterika dengan suhu yang terlalu panas," kata Ricyanto. (Aditya Bayu/Buz)