- ANTARA
HMM-1 di Yogyakarta Melahirkan Kesepakatan Pembentukan FIF dan Konsep GISAID+
Jakarta - The 1st G20 Health Ministers Meeting (1st HMM) Yogyakarta 2022 melahirkan kesepakatan pembentukan Financial Intermediary Fund (FIF) dan konsep GISAID+.
“Pertemuan di Yogyakarta adalah tingkat working group, jadi sifatnya senior officer atau expert. Selanjutnya, akan membahas dari segi teknis, kemudian dibawa menjadi pembahasan di tingkat menteri kesehatan,” kata Juru Bicara Indonesia untuk G20, Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Selasa (28/6/2022)
Dua kesepakatan itu digagas 1st HMM dengan melibatkan para pejabat senior serta pakar, seperti Dirjen World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, CEO Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (CEPI) Richard Hatchett, Sekjen Organization for Economic Co-operation and development (OECD) Mathias Cormann, Pejabat Senior Global Fund dan Pejabat Senior Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).
Pembentukan FIF adalah kesiapsiagaan untuk merespons situasi pandemi di masa mendatang. Sebab, menurut WHO dan World Bank, ada kesenjangan pembiayaan signifikan yang perlu ditangani.
WHO memperkirakan, kebutuhan anggaran untuk sistem kesehatan global menghadapi pandemi di masa depan sekitar US$ 31 miliar per tahun. US$ 20 miliar, diantaranya berasal dari sumber daya domestik. “Terdapat kekurangan US$ 10 miliar setiap tahun,” kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat menghadiri 1st HMM di Yogyakarta pekan lalu.
Dalam pertemuan itu, Indonesia berhasil mendorong kerja sama multilateral G20 dengan menggalang pengumpulan dana FIF mencapai lebih dari US$ 1 miliar. Negara yang sudah memberikan komitmen pendanaan FIF, di antaranya Indonesia US$ 50 juta, Singapura US$ 10 juta, Amerika Serikat US$ 450 juta, Uni Eropa US$ 450 juta, Jerman US$ 52,7 juta, dan Wellcome Trust US$ 12.3 juta.
Tentang kesepakatan GISAID+, Indonesia sedang menempuh diplomasi untuk menambah varian virus, selain influenza, yang dilaporkan dari setiap negara di dunia dalam upaya berbagi data informasi virus berpotensi memicu pandemi. GISAID+ diharapkan bisa menjadi wadah diskusi antarpeneliti agar dicapai kesepakatan bersama terkait langkah mitigasi yang tepat di seluruh negara.
Menurut Nadia, yang membedakan GSAID saat ini dengan GISAID+, ada pada perluasan jenis virus yang dilaporkan. “Jadi bukan hanya satu saja, influenza, tapi untuk semua jenis bakteri atau virus yang non-influenza juga dilaporkan dalam platform itu,” ujar Sekretaris Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI itu.
Seluruh kesepakatan itu, kata Nadia, memerlukan dukungan sampai ke tingkat kepala negara. Pembahasan tentang mekanisme akses FIF dan GISAID+, akan didiskusikan lagi dalam Forum Health Working Group (HWG) 2 dan 3 tingkat Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan G20 sekitar September 2022. Diharapkan para pimpinan dunia akan menyepakatinya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, November nanti. (hw/ner)