news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Wamenkomdigi Nezar Patria dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema “Kecerdasan Artifisial: Jembatan menuju Indonesia Emas”..
Sumber :
  • Komdigi

Pemerintah Siapkan Peta Jalan dan Pedoman Etika AI, Wamenkomdigi Nezar Patria: Kita Jangan Jadi Budaknya!

Untuk memastikan memastikan pengembangan AI selaras dengan kepentingan nasional, pemerintah kini tengah menyusun Peta Jalan Nasional AI dan Pedoman Etika AI.
Kamis, 27 November 2025 - 07:50 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com - Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini semakin mempengarugi cara berpikir dan bekerja masyarakat dalam berbagai sektor, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga aktivitas sehari-hari.

Situasi ini menuntut negara untuk memastikan arah perkembangan teknologi AI selaras dengan kepentingan nasional. Untuk itu, pemerintah menyiapkan langkah strategis melalui penyusunan Peta Jalan Nasional AI dan Pedoman Etika AI.

Keduanya menjadi fondasi penting agar pemanfaatan teknologi berlangsung secara aman, inklusif, dan tetap dalam kerangka kedaulatan digital.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, mengatakan Indonesia perlu membangun model AI yang relevan dengan kebutuhan domestik, sebuah konsep yang ia sebut sebagai “Sovereign AI yang Berdaulat”.

"Yang paling penting adalah satu, kita jangan menjadi budaknya AI, tapi kita harus menjadi tuannya. Yang kedua, kita jangan jadi bangsa yang hanya menonton, menjadi pasar, tapi kita harus jadi pemain," ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) NgobrolINdonesia bertema ‘Kecerdasan Artifisial: Jembatan Menuju Indonesia Emas’, dikutip Kamis (27/11).

Wamenkomdigi menjelaskan bahwa perumusan peta jalan dan pedoman etika dilakukan secara kolaboratif, melibatkan kementerian, lembaga negara, pelaku industri, komunitas sipil, hingga para peneliti yang mengembangkan teknologi AI. Hal ini dilakukan agar kebijakan yang lahir benar-benar mencerminkan kebutuhan nasional.

Nezar menambahkan bahwa dokumen tersebut saling melengkapi dengan kerangka hukum yang sudah ada, seperti UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), aturan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), hingga ketentuan hak cipta. Tujuannya memastikan seluruh proses pengembangan dan distribusi teknologi mengikuti koridor regulasi yang terpadu.

Ia juga menyoroti pentingnya kedaulatan teknologi di tengah percepatan perkembangan AI global. Dalam dua tahun terakhir, kemampuan generative AI meningkat jauh melampaui prediksi semula. Bahkan dalam kurun enam bulan, fitur dan kapabilitas baru terus bermunculan, memicu persaingan antarnegara dalam pembangunan data center, GPU, dan computing power.

Karena itu, menurut Nezar, Indonesia tidak boleh terus bergantung pada model buatan luar negeri yang belum tentu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal. Selain pengembangan teknologi, ia menilai kesiapan masyarakat dalam memahami dan memanfaatkan AI juga menjadi isu krusial. Literasi digital publik diperlukan agar masyarakat tidak menggunakan teknologi secara pasif atau tanpa kesadaran.

Untuk itu, Komdigi menyiapkan pelatihan dan pengembangan talenta melalui program Digital Talent Scholarship, iCall Center, hingga pendirian AI Talent Factory. Program ini bertujuan melahirkan generasi yang tidak hanya mampu menggunakan AI, tetapi juga merancang dan membangunnya. Saat ini, AI Talent Factory berjalan di Universitas Brawijaya dan akan diperluas ke UGM, ITB, Universitas Indonesia, dan sejumlah kampus lainnya pada 2025.

Nezar juga menyampaikan bahwa literasi teknologi perlu ditanamkan sejak sekolah dasar dan menengah. Menurutnya, sudah waktunya kurikulum pendidikan dievaluasi agar siswa memahami cara kerja AI secara menyeluruh.

“Anak-anak perlu diajarkan cara kerja AI, dibentuk awareness, dan dilatih berpikir kritis. Mereka hidup di masa ketika teknologi ini sangat dominan,” imbuh dia.

Ia mengingatkan bahwa penggunaan AI tanpa kemampuan berpikir kritis dapat menggerus proses belajar, terutama ketika siswa menyerahkan seluruh tahapan pemikiran kepada mesin. Selain manfaatnya, AI juga membawa risiko besar seperti kebocoran data, disinformasi, hingga manipulasi visual.

Nezar menekankan bahwa model AI bekerja berdasarkan data yang diberikan pengguna. Karena itu, masyarakat harus berhati-hati saat mengunggah foto pribadi atau dokumen sensitif. Ia mengingatkan kemungkinan data tersebut muncul kembali dalam bentuk lain, termasuk wajah mirip pengguna pada konten generatif buatan pihak lain.

Risiko terbesar, lanjutnya, berasal dari deepfake, atau konten manipulatif berbasis AI yang semakin sulit dibedakan dari visual asli. Ia menilai teknologi ini berpotensi menimbulkan kerusakan sosial, karena dapat digunakan untuk pornografi, ujaran kebencian, hingga manipulasi politik.

“Deepfake punya dampak sangat besar karena bisa meniru wajah dan suara kita, bahkan menggambarkan seseorang dalam konteks yang tidak pernah dilakukan,” katanya.

Untuk mengatasi ancaman tersebut, pemerintah memperkuat kerja sama dengan platform digital, kepolisian, kejaksaan, dan lembaga lain. Komdigi mendorong platform menyediakan alat pendeteksi konten AI serta mengadopsi standar autentikasi berbasis metadata agar publik dapat membedakan konten asli dari manipulasi digital.

Nezar menegaskan bahwa adopsi AI merupakan perjalanan kolektif menuju masa depan ekonomi digital Indonesia. Melalui pengembangan “Sovereign AI yang Berdaulat”, ia optimistis Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga pemain yang diperhitungkan dalam persaingan teknologi global—mulai dari pembangunan infrastruktur hingga penciptaan algoritma dan model AI.

“Kita harus menciptakan AI yang berdaulat, menguasai teknologinya, bukan hanya menjadi penonton. Ini bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk memastikan Indonesia punya posisi dalam percaturan teknologi global,” pungkas dia. (rpi)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

05:05
01:59
02:45
02:14
01:33
04:47

Viral