- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
Prabowo Dinilai Tegas Berantas Korupsi di Tahun Pertama Kepemimpinannya: Dia Tidak Pandang Bulu
Jakarta, tvOnenews.com - Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai menunjukkan arah tegas dalam pemberantasan korupsi.
Executive Director Next Indonesia, Christiantoko, menyebut langkah pemerintah mengembalikan uang hasil sitaan kasus korupsi crude palm oil (CPO) senilai Rp13,25 triliun dari Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Kementerian Keuangan sebagai bukti nyata keseriusan tersebut.
“Korupsi ini berusaha untuk dilakukan atau diberantas,” ujar Christiantoko dalam acara Katadata Policy Dialogue bertajuk “Satu Tahun Prabowo-Gibran, Mengukur Langkah Awal Prabowonomics”, di Plaza Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).
Christiantoko menyoroti pernyataan Presiden Prabowo saat menghadiri penyerahan uang sitaan itu di Kejagung. Menurutnya, ucapan Presiden yang menegaskan tidak akan pandang bulu dalam memberantas korupsi merupakan sinyal kuat arah pemerintahan bersih yang ingin ditegakkan.
“Dari pernyataan terbaru kemarin di Kejagung oleh Presiden, dia tidak pandang bulu. (Tapi) kita tidak bisa menilai sekarang apakah Presiden memenuhi apa yang diucapkan atau tidak,” ujarnya.
Ia menilai bahwa dalam setahun pertama, pemerintah juga berfokus menutup berbagai celah kebocoran keuangan negara. Upaya itu dinilai penting untuk memastikan bahwa setiap rupiah APBN digunakan tepat sasaran dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Di sisi lain, Peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menilai bahwa efektivitas birokrasi menjadi tantangan besar setelah satu tahun pemerintahan berjalan.
Menurutnya, restrukturisasi dan penyederhanaan sistem birokrasi perlu segera dilakukan agar kebijakan populis pemerintah dapat berjalan optimal.
“Jadi birokrasi krusial itu maksudnya bagaimana sekarang mengefektifkan birokrasi,” ujarnya.
Siti Zuhro juga menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah dalam implementasi berbagai program strategis nasional. Menurutnya, tanpa kolaborasi dari tingkat bawah, pelaksanaan kebijakan bisa timpang dan tidak merata.
“Harus ada keterlibatan secara bottom-up supaya terjadi keseimbangan. Kita seringnya berasumsi bahwa desa-daerah itu tidak cakap, padahal tidak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, mengingatkan pemerintah agar mengevaluasi struktur kabinet yang dinilai terlalu gemuk. Ia mempertanyakan apakah formasi besar ini benar-benar efektif dalam menopang target Indonesia Emas 2045.
“Mungkin eksekutif perlu memikirkan dulu apakah bila pemerintahan yang banyak ini memang dibutuhkan atau tidak untuk menunjang program-program strategis Asta Cita,” ujarnya.
Evaluasi para pakar itu menggambarkan satu hal, tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran menjadi periode fondasi—di mana langkah tegas melawan korupsi dan upaya pembenahan tata kelola birokrasi mulai diuji di hadapan publik. (agr/rpi)