- Julio Trisaputra/tvOnenews
Negara Rugi Rp100 Triliun per Tahun, Prabowo Sikat 212 Perusahaan Pengoplos Beras
Jakarta, tvOnenews.com — Presiden RI, Prabowo Subianto, mengungkap praktik kecurangan dalam distribusi beras subsidi yang merugikan negara hingga Rp100 triliun setiap tahun.
Prabowo menyebut lebih dari 200 perusahaan terbukti melakukan pelanggaran dalam tata niaga beras.
Hal ini dia sampaikan dalam pidatonya di peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center, Rabu (23/7/2025).
“Sudah 212 perusahaan penggiling padi yang kita buktikan melanggar. Ini mereka sendiri sudah mengakui karena dibawa ke laboratorium diperiksa. Ya, ini mereka harus kembalikan uang yang mereka nikmati dengan tidak benar,” tegas Presiden, dikutip Kamis (24/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa seluruh rantai produksi beras telah mendapatkan subsidi dari negara, mulai dari benih, pupuk, pestisida, hingga irigasi. Namun, beras hasil subsidi itu kemudian dikemas ulang dan dijual dengan harga premium di pasaran.
“Beras yang disubsidi ini ditempel katanya beras premium. Harganya tambah Rp5.000–Rp6.000. Ini menurut saudara benar atau tidak?” tanya Prabowo.
Dia menilai praktik tersebut sebagai kejahatan ekonomi serius yang merampas hak rakyat dan bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945.
“Ini adalah pidana. Ini nggak bener, ini pidana yang saya katakan kurang ajar itu, serakah,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa kerugian sebesar Rp100 triliun per tahun jika dibiarkan akan menimbulkan kerugian akumulatif hingga Rp1.000 triliun selama lima tahun, dana yang seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki layanan publik.
“Dengan Rp1.000 triliun kita bisa perbaiki semua sekolah di Indonesia, kita bisa bantu semua rumah sakit, semua pesantren di seluruh Indonesia,” tegas dia.
Sebagai langkah tegas, Prabowo mengaku telah memberi instruksi langsung kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk menindak para pelaku.
“Saya sudah beri tugas kepada Kapolri dan Jaksa Agung. Usut! Tindak! Sita!” ungkap Prabowo.
Ia menekankan bahwa langkah ini bukan sekadar kebijakan pribadi, melainkan amanat konstitusi.
“Ini bukan pikiran Prabowo, ini bukan maunya Prabowo, ini perintah Undang-Undang Dasar ’45,” tutupnya. (agr/iwh)