- Pexel/Anna Nekrashevich
Peran Sukuk Hijau dan Instrumen Islamic Finance dalam Mendukung Pendanaan Iklim dan Elektromobilitas di Indonesia
Jakarta, tvOnenews.com - Di tengah tantangan perubahan iklim dan kebutuhan untuk transisi menuju transportasi ramah lingkungan, muncul pertanyaan penting seperti apa itu trading forex, apa itu stock trading, dan bagaimana pasar komoditas mempengaruhi ekonomi berkelanjutan.
Instrumen keuangan berbasis syariah, seperti sukuk hijau, memainkan peran strategis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sekaligus menyediakan saluran pendanaan yang sesuai dengan prinsip syariah dan ramah lingkungan.
Sukuk hijau adalah Surat Berharga Syariah Negara yang dana hasil penerbitannya digunakan untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan, termasuk energi baru dan terbarukan, transportasi bersih, pengelolaan limbah, serta infrastruktur hemat energi.
Pertama kali diterbitkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2018 senilai USD1,25 miliar, sukuk ini juga diluncurkan dalam bentuk ritel untuk menarik minat investor domestik. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa instrumen syariah dapat meningkatkan partisipasi publik dalam proyek iklim nasional.
Jumlah penerbitan sukuk hijau Indonesia terus meningkat. Antara tahun 2018 hingga 2021, pemerintah menerbitkan sukuk hijau global dan sukuk hijau ritel, dengan total dana mencapai miliaran dolar dan triliunan rupiah.
Dana ini mendukung pembangunan pembangkit listrik geothermal di Sumatera Utara, pengembangan transportasi publik rendah emisi, hingga proyek konservasi hutan. Dengan demikian, sukuk hijau tidak hanya memenuhi kebutuhan pembiayaan tetapi juga mencuri perhatian investor global dan domestik.
Instrumen Islamic finance lainnya, seperti green waqf dan pembiayaan murabaha hijau, juga semakin diadopsi. Green waqf menawarkan donasi berbasis wakaf untuk proyek ekologis—misalnya pemulihan hutan dan pengelolaan lahan konservasi. Meski saat ini baru sebagian kecil waqf yang diarahkan untuk lingkungan, potensi tumbuhnya cukup besar karena melibatkan komunitas muslim yang ingin menggabungkan nilai agama dan alam.
Penerbitan sukuk hijau didukung oleh regulasi dari OJK yang mengatur standar green bond dan sukuk sejak 2017. Kerangka kerja ini memastikan bahwa penggunaan dana transparan dan diverifikasi oleh lembaga independen. Di sisi pasar, muncul kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran investor, memperkuat mekanisme pelaporan dampak, serta mengembangkan benchmark syariah yang memudahkan penerbitan berikutnya.
Sejalan dengan tren global yang menuntut standar ESG, Indonesia menggunakan sukuk hijau sebagai alat untuk memenuhi komitmen Paris Agreement dan target net zero emission pada 2060. Pendanaan yang berasal dari sukuk hijau menghimpun sumber daya publik dan swasta, sehingga beban pemulihan iklim tidak hanya disandarkan pada APBN atau donor internasional.