- ANTARA
Cukai Minuman Manis Batal Diterapkan Tahun Ini, Kemenkeu Cari-cari Pengganti untuk Tarik Pemasukan Triliunan
Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah batal menerapkan cukai minuman manis dalam kemasan (MBDK) tahun ini.
Kebijakan yang semula direncanakan berlaku mulai pertengahan 2025 itu dipastikan ditunda.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun kini akan mencari sumber penerimaan alternatif supaya target pendapatan tetap bisa dikejar.
“Dilaksanakannya (Cukai MBDK) tahun 2026, ditunda,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto, di Jakarta, Senin (23/6/2025).
Padahal, pemerintah menargetkan penerimaan cukai tahun 2025 bisa tembus Rp244 triliun, dengan Rp3,8 triliun di antaranya berasal dari cukai MBDK.
Sayangnya, rencana itu belum bisa dieksekusi karena belum ada Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan teknis yang dibutuhkan sebagai dasar hukum.
Karena belum ada regulasi lengkap, pungutan untuk MBDK pun harus ditunda. Akibatnya, Kemenkeu perlu cari cara lain untuk mengejar target yang sudah ditetapkan.
“Tentunya kami akan cari dari penerimaan lainnya, baik dari cukai sendiri maupun bea masuk dan bea keluar. Ini kebetulan juga untuk bea keluar harga CPO (crude palm oil) juga naik terus ya,” ujar Nirwala.
Sebelumnya, pemerintah memang sempat merencanakan penerapan cukai MBDK pada semester II tahun depan.
Tujuan utamanya adalah mengurangi konsumsi gula tambahan, dan nantinya akan ada batas maksimal kadar gula (threshold) yang ditetapkan.
Namun, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni 2025, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama memang telah memastikan kebijakan cukai MBDK belum akan diterapkan dalam waktu dekat.
“Sampai dengan rencana tahun 2025, sementara tidak akan diterapkan. Mungkin ke depannya akan diterapkan,” ucap Djaka.
Karena batal menarik cukai dari minuman manis, Djaka menyebut pihaknya akan memaksimalkan penerimaan dari sektor lain untuk menutup potensi kekurangan.
Sementara itu, Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa keputusan menunda kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh situasi ekonomi saat ini.
“Kebijakan itu kan selalu melihat kondisi perekonomiannya. MBDK tujuannya untuk kesehatan terutama, tetapi kami juga melihat kondisi perekonomiannya juga dengan kebijakan-kebijakan yang lain,” jelas Febrio. (ant/rpi)