- Antara
Perang Dagang Panas, Dompet Dingin! Harga Minyak Rontok Gegara Tarif Trump
Jakarta, tvOnenews.com - Harga minyak dunia jatuh ke titik terendah dalam lebih dari empat tahun pada perdagangan Rabu pagi. Penyebab utamanya: perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang makin memanas, ditambah dengan prospek pasokan minyak yang meningkat tajam.
Kontrak berjangka minyak mentah Brent turun 4% hingga berada di bawah 61 dolar per barel, memperpanjang penurunan untuk sesi kelima berturut-turut. Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran bahwa tarif besar-besaran dari Presiden AS Donald Trump bisa memicu resesi global dan melemahkan permintaan energi dunia. Sejak 2 April, Brent telah kehilangan lebih dari 19% dari nilainya.
Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) ambles 2,36 dolar atau 3,96% ke level 57,22 dolar. Ini adalah harga terendah sejak awal 2021 bagi kedua jenis minyak acuan tersebut.
Penurunan tajam ini menandai sesi kelima berturut-turut di mana harga minyak terus merosot sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru untuk hampir semua impor. Para pelaku pasar khawatir konflik dagang ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan mengurangi permintaan bahan bakar.
Tarif Tambahan AS Jadi Pemicu
Pemerintah AS resmi memberlakukan tarif 104% terhadap barang-barang dari China mulai pukul 00:01 waktu setempat, Rabu. Tambahan 50% tarif ini dikenakan setelah China dianggap gagal mencabut tarif balasan terhadap produk AS. China, sebagai importir minyak terbesar dunia, langsung menyatakan tidak akan tunduk dan siap “berjuang sampai akhir.”
Meskipun Gedung Putih telah menyatakan kesediaannya untuk bernegosiasi dengan mitra dagang, kerasnya sikap China menunjukkan bahwa perang dagang ini bisa berlangsung lebih lama dan lebih dalam dari yang dibayangkan.
Permintaan Terancam, Pasokan Naik
Wakil Presiden Rystad Energy, Ye Lin, memperingatkan bahwa perang dagang bisa menghapus pertumbuhan permintaan minyak China sebanyak 50.000 hingga 100.000 barel per hari. Meskipun begitu, ia menambahkan bahwa stimulus domestik yang lebih kuat di China bisa sedikit menahan dampak negatif itu.
Di sisi lain, keputusan OPEC+ untuk menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari mulai Mei menambah tekanan pada harga. Para analis memperkirakan langkah ini akan membuat pasar minyak kembali mengalami surplus.