news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia.
Sumber :
  • ANTARA

Perusahaan Beraset Jumbo Dominasi Antrean IPO, Pasar Modal Terancam Dimonopoli Pemain dan Emiten Besar

Dari total 19 calon emiten yang bakal IPO dalam pipeline BEI saat ini, terdapat 18 perusahaan beraset jumbo dan hanya ada satu perusahaan kelas menengah.
Selasa, 11 Februari 2025 - 11:11 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvonenews.com - Ketergantungan pasar modal terhadap emiten - emiten jumbo dengan nilai kapitalisasi pasar dinilai sudah cukup mengkhawatirkan. Kejatuhan segelintir saham jumbo di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa langsung berdampak signifikan terhadap anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 

Analis Strategi Insitutute Fauzan Luthsa menyoroti peran perusahaan - perusahaan beraset jumbo di pasar modal terhadap jatuhnya IHSG. Anjloknya harga saham emiten beraset besar seperti AADI, BREN dan CUAN menjadi beban utama pelemahan perdagangan Senin (10/2/2025) kemarin.

“Dampaknya IHSG turut alami ketergantungan pada segelintir emiten besar. Secara jangka panjang, ini bukan hal yang baik dan membebani perekonomian nasional,” kata Fauzan seperti dikutip, Selasa (11/2/2025).

Dia mengatakan minimnya diversifikasi skala emiten menciptakan ketidakseimbangan dalam struktur pasar modal dan melemahkan fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

“Pasar modal dimonopoli segelintir pemain besar dan malah menciptakan oligarki, sementara peluang pertumbuhan ekonomi yang inklusif semakin menjauh dari harapan,” kata Fauzan.

Ia menyoroti pipeline atau proses yang tengah berlangsung di BEI saat ini, yang mencatat bakal ada 19 perusahaan yang bakal IPO karena dari daftar tersebut, terdapat 18 perusahaan beraset jumbo dan hanya ada 1 perusahaan menengah. 

“Padahal perusahaan menengah itu backbone perekonomian nasional dan mereka memiliki dampak sosial langsung. Ini jadi membenarkan pernyataan presiden tahun lalu bahwa pasar saham hanya untuk pemain besar. Dan pergerakan IHSG saat ini yang terjun bebas menjadi bukti buruknya dominasi perusahaan jumbo,” jelasnya.

Diversivikasi 

Lebih lanjut dia menyarankan, sepatutnya otoritas bursa atau BEI lebih banyak mendorong perusahaan menengah melantai di pasar modal. Apalagi, mengingat mereka merupakan motor penggerak lapangan kerja, pionir inovasi lokal, dan berkontribusi atas peningkatan daya beli masyarakat. 

“Oleh karena itu, minimnya representasi perusahaan menengah dalam pipeline IPO patut menjadi keprihatinan kita yang peduli pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini,” jelasnya.

Fauzan tidak menampik bahwa melantainya perusahaan beraset jumbo menjadi daya tarik investor, karena likuiditas besar dan meningkatkan kapitalisasi pasar. Namun ia menggaris bawahi hal ini akan menciptakan ketimpangan dalam ekosistem pasar modal jika jumlahnya tidak seimbang. 

Selain itu juga hanya menguntungkan pemegang saham lama dan tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian,

Ia mengingatkan agar bursa juga dapat sejalan dengan Prabowonomics, karena banyaknya perusahaan kelas menengah yang go public berarti scale up usaha yang berdampak pada ekonomi. 

Fauzan kembali mengingatkan jangan sampai fokus berlebihan pada IPO lighthouse company yang menguntungkan segelintir pemain besar namun minim kontribusi pada perekonomian negara.

“Mesti ada keseimbangan IPO yang jumbo dan menengah agar dapat mencegah tumbuhnya oligarki pasar modal, investor memiliki pilihan investasi yang lebih beragam dan meningkatnya aktivitas pasar modal karena menjadi lebih dinamis dan menarik bagi semua kalangan,” pungkasnya. (hsb)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

05:05
01:59
02:45
02:14
01:33
04:47

Viral