- ANTARA
Tren Baru, Banyak Perempuan Kini Bisa Beli Rumah Sendiri, Tak Lagi Tunggu Calon Suami
Jakarta, tvonenews.com - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon Napitupulu mengungkap fenomena menarik soal kemampuan seseorang membeli rumah saat ini. Ia menyebut, pengajuan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) umumnya kini dilakukan oleh perempuan.
“Kita melihat bahwa satu trennya akad KPR yang dilakukan oleh perempuan makin hari makin meningkat. Ini tren baru sebenarnya,” kata Nixon di Menara BTN, Jakarta, dikutip Senin (11/11/2024).
Dia menyampaikan, sejauh ini Bank BTN telah mengakadkan KPR sebanyak 5,5 juta dengan total penyaluran Rp461 triliun melalui pembiayaan rumah subsidi dan nonsubsidi, serta pembiayaan KPR konvensional dan syariah.
Adapun realisasi KPR per gender terdiri dari 67,5 persen laki-laki, dan 32,5 persen. Dengan realisasi penyaluran pada 2020 hingga 2024 sebanyak 173.476 unit atau sekitar Rp25 triliun.
“Jadi, kalau perempuan dulu beli rumah tergantung calon suami, sekarang mereka sudah membeli rumah sendiri. Ini adalah satu kemajuan,” ujar Nixon.
Berdasarkan usia, lanjut dia, sebanyak 76,7 persen didominasi generasi milenial, dan 23,3 persen generasi lainnya. Hal ini dianggap menarik karena program perumahan menjadi program masa depan Indonesia.
Kemudian, realisasi KPR per pekerjaan sebanyak 90,3 persen dari sektor formal, dan sisanya dari informal yang menyalurkan Rp18 triliun.
“Memang, ini yang terus-menerus coba kami upayakan lebih baik lagi, sehingga sektor ini bisa jauh lebih cepat pertumbuhannya dibanding sektor formal,” katanya.
Pemerintah Indonesia, kata Nixon, memiliki target perekonomian tumbuh minimal 8 persen, serta mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen. Salah satu caranya adalah dengan merealisasikan program 3 juta rumah.
Upaya ini dilakukan dalam rangka mengatasi backlog kepemilikan rumah yang mencapai 9,9 juta rumah keluarga tidak atau belum memiliki rumah, serta lebih dari 50 persen masyarakat miskin tinggal di rumah tak layak huni.
Selain itu, 24,6 juta rumah tangga yang memakai listrik 450 watt memiliki rumah dengan kondisi tak layak huni.
“Berdasarkan pengalaman kami dalam menjalankan program perumahan, perizinan menjadi salah satu komponen penting yang harus mendapat perhatian, mengingat jumlah unit yang akan dibangun semakin lama semakin besar yang memerlukan kepastian waktu proses pengurusan perizinan di seluruh daerah. Saat ini, kami mendengar bahwa pengurusan perizinan masih belum dan belum satu pintu, sehingga menghambat pengembang dalam membangun perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” ujar dia.(ant/nba)