Potret industri keramik yang menggunakan gas PGN..
Sumber :
  • Viva/M. Sholihin

Bukan Gempuran Impor Saja, Kemenperin Ungkap Penyebab Industri Keramik RI Nyaris Ambruk: Harga Gas Jadi Salah Satu Faktor

Rabu, 17 Juli 2024 - 10:10 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap penyebab nyaris ambruknya industri ubin keramik di Indonesia.

Rupanya, industri keramik RI terpuruk bukan hanya karena gempuran ubin impor ilegal dan impor murah saja.

Kemenperin mengungkap bahwa harga gas yang melambung tinggi juga sangat mempengaruhi industri keramik.

Pejabat Fungsional Pembina Industri Direktorat Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam (ISKPBGNL) Kemenperin, Ashady Hanafie, menyebut bahwa keramik menjadi salah satu sektor industri yang masuk dalam prioritas.

Sebab, sudah sejak beberapa tahun silam industri keramik dihadapkan dengan tantangan daya saing yang sangat tinggi.

"Ubin keramik sudah lama memiliki permasalahan berat, tahun 2018 kita mulai mengajukan, sudah suffer itu. Parahnya itu, kenapa industri keramik kita drop, karena ada kenaikan harga gas, sebelumnya 2015, kita jaya, daya saing kita tinggi," kata Ashady dikutip dari Antara, Rabu (17/7/2024).

Ashady menyampaikan bahwa industri ubin keramik, kaca dan semen menggunakan gas dalam pembuatannya.

Maka dari itu ketika harga gas naik, keramik dalam negeri sontak terimbas dampak dan mulai kalah bersaing dengan produk keramik impor yang lebih murah.

"Begitu naik, kita drop karena daya saing kita rendah, kalah bersaing harga, kemudian impor masuk. Karena konsumen kita masih concern dengan harga," kata Ashady.

Catatan Direktorat ISKPBGNL, utilitas kapasitas produksi industri keramik pernah berada di level 90 persen.

Tetapi setelah harga gas meningkat serta gempuran barang impor, produktivitas industri ubin keramik turun hingga 69 persen pada akhir 2023.

Bahkan pada Januari 2024, produktivitas industri keramik RI drop hingga pada level 64 persen dan Februari 61 persen.

Sebagai informasi, harga gas bumi sendiri ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU.

Ditambah, kenaikan biaya produksi keramik sebesar 5-6 persen setelah kenaikan harga bahar bakar minyak (BBM) hingga terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Biaya-biaya di Indonesia ini juga ada kaitannya dengan BBM dan pelemahan nilai tukar rupiah. Karena semua penggunaan bahan bakar menggunakan dolar AS maka semakin naik, ya naik juga (harganya)," kata Ashady.

Sedangkan, volume impor ubin keramik impor disebut terus mengalami peningkatan sejak 2019, dari 75,6 juta meter persegi menjadi 93,4 juta meter persegi pada 2023, meski sempat turun pada angka 70,2 juta meter persegi pada tahun 2022.

Produk ubin keramik dari China sendiri diberikan insentif tax refund sebesar 14 persen oleh pemerintahnya.

Ashady menyebutkan lonjakan impor ini berpengaruh pada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang akhirnya berhenti produksi.

Lima di antara perusahaan tersebut merupakan penerima fasilitas HGBT.

Maka, Kemenperin mau tidak mau harus rekomendasi Komite Antidumping Indonsia (KADI) untuk menerapkan Bea Masuk Antidumping (BMAD) kepada produk ubin keramik dari China.

"Juli 2024 keluar rekomendasi BMAD-nya selama 5 tahun dan besaran tarifnya antara 100,12 persen hingga 199,88 persen," ujar Ashady.

Sebelumya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa pihaknya beberapa waktu lalu menyita jutaan keramik impor ilegal dari China.

Tak main-main, keramik impor ilegal yang ditemukan di Surabaya itu jumlahnya mencapai 4,5 juta keping.

Oleh sebab itu, Kemendag langsung melakukan penyitaan sekaligus menerapkan kebijakan khusus terhadap keramik impor yang meruntuhkan industri dalam negeri tersebut. (ant/rpi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:32
01:25
03:14
02:08
02:11
02:30
Viral