- Tangkapan layar
Perlindungan WNI Pekerja Migran dan Korban TPPO di Luar Negeri Belum Terjamin, Ini Saran BPK untuk Menteri Luar Negeri
Jakarta, tvOnenews.com - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengungkap hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas perlindungan warga negara Indonesia (WNI) dan kerja sama dalam upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di luar negeri.
Hal itu disampaikan oleh Ketua BPK Isma Yatun dalam pembacaan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (4/6/2024).
BPK mengungkap, Perwakilan RI di luar negeri sebenarnya telah mengelola pengaduan, memberikan pendampingan, dan bantuan hukum bagi WNI saksi dan/atau korban TPPO secara optimal.
Namun demikian, hasil pemeriksaan menyimpulkan masih terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi maka dapat mempengaruhi efektivitas perlindungan WNI dan kerja sama dalam upaya pemberantasan TPPO di luar negeri.
"Perjanjian kerja sama antara Pemerintah RI dan negara-negara di Asia Tenggara belum mengatur secara khusus lingkup kerja sama terkait peningkatan kapasitas penanganan korban TPPO," kata Isma Yatun, dikutip Rabu (6/5/2024).
Tak hanya itu, perlindungan dan rehabilitasi, serta pemulangan korban TPPO, dan pemberitahuan (notifikasi) dan bantuan kekonsuleran juga belum maksimal.
Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini belum menyepakati perjanjian kerja sama untuk mengatur teknis pertukaran data dan informasi terkait penanganan WNI terindikasi atau korban TPPO dari luar negeri
Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri perlu mendorong kesepakatan perjanjian kerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tentang pertukaran data dan informasi WNI saksi dan/atau korban TPPO yang telah direpatriasi dari luar negeri.
Selanjutnya, BPK merekomendasikan kepada Menteri Luar Negeri, agar menindaklanjuti saran perbaikan terutama untuk:
● Bersama-sama dengan Kejaksaan RI, Kepolisian RI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, serta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk mengevaluasi, memutakhirkan dan menetapkan formulir wawancara awal (screening form) bagi WNI saksi dan/atau korban TPPO, khususnya untuk kasus penyalahgunaan teknologi (abuse of technology) seperti kasus online scam.
● Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Negara Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Malaysia dalam upaya menggali potensi lingkup kerja sama bilateral dalam penanganan kasus dan perlindungan WNI saksi dan/atau korban TPPO yang meliputi aspek, antara lain:
Peningkatan kapasitas pelaksana dalam penanganan korban TPPO yang meliputi identifikasi dan penetapan status korban TPPO; Penyediaan tempat tinggal sementara bagi WNI saksi dan/atau korban TPPO selama dalam proses pemeriksaan; dan Pemberitahuan (notifikasi) kekonsuleran.
● Melakukan pembahasan dengan kementerian/lembaga terkait khususnya Kementerian Hukum dan HAM untuk menentukan data dan informasi terkait penanganan WNI saksi dan/atau korban TPPO yang telah direpatriasi dari luar negeri yang akan dipertukarkan dan dituangkan dalam suatu perjanjian kerja sama teknis.
Hasil pemeriksaan kinerja atas perlindungan WNI dan kerja sama dalam upaya pemberantasan TPPO di luar negeri mengungkapkan ada 9 temuan yang memuat 1 permasalahan ketidakhematan dan 11 permasalahan ketidakefektifan. (rpi)