- Antara
Importir dan Logistik Cemaskan Barang Macet Lagi di Tanjung Priok Jelang Libur Panjang, Pelabuhannya 24 Jam Tapi Agen hingga Kementeriannya Tutup
Jakarta, tvOnenews.com - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) masih cemaskan soal penumpukan barang impor yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok.
Jelang libur panjang, pihak logistik dan importir mengharapkan pengawasan yang lebih baik di Pelabuhan Tanjung Priok, agar tidak lagi terjadi kemacetan panjang.
Ketua Umum ALFI Akbar Djohan menganggap, kemacetan di dalam pelabuhan beberapa waktu terakhir juga disebabkan kurangnya penegakan aturan bagi entitas di luar pelabuhan karena waktu kerja yang berbeda.
“Ini masalahnya setiap ada hari libur, kita tahu Kamis ini (23/05) ada tanggal merah Waisak, semua pemilik barang berlomba-lomba mengejar dan menuntaskan pengiriman barang di pergudangan.”
“Namun di sisi lain, ketidaksiapan petugas, baik itu pemilik kapal terutama harusnya bisa dicegah,” ujar Akbar dikutip pada Rabu (22/5/2024).
Hal itu kemudian mengakibatkan koordinasi yang terbengkalai sehingga berimbas pada kemacetan di dalam Pelabuhan Tanjung Priok.
Padahal jika ada informasi lebih awal semua permasalahan antara pemilik barang kontainer, pemilik kapal hingga operator pelabuhan bisa berkomunikasi dengan baik, dengan begitu tidak akan terjadi antrean panjang di masa libur panjang.
Akbar yang juga Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Kamar Dagang dan Industri (KADIN) ini menekankan, semua entitas yang berada di luar pelabuhan bisa mengikuti aturan.
Menurutnya, penerapan waktu kerja tujuh hari selama 24 jam di Pelabuhan Tanjung Priok sebenarnya sudah maksimal dengan pelaksanaan waktu kerja bergantian dengan sistem shift.
“Permasalahan kemudian, apakah waktu kerja operator dan pemilik barang di pelabuhan ini diikuti oleh entitas lain seperti pemilik kapal, keagenan dan yang terkait di pelabuhan?,” ucapnya.
Kemacetan barang di Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan bahwa ekosistem di dalam pelabuhan tidak bisa diselesaikan secara parsial, sehingga permasalahannya harus dilihat melalui berbagai kepentingan.
“Dan semua kepentingan ini harus diakomodir lewat satu pintu sehingga diperlukan otoritas yang lebih kuat melalui lembaga supply chain yang mampu mengatur koordinasi ekosistem pelabuhan melibatkan banyak entitas,” katanya.
Terpisah, Ketua Umum BPP GINSI Capt Subandi mengatakan bahwa rumitnya proses importasi hendaknya menjadi catatan kepada entitas di luar pelabuhan.
Subandi mengungkapkan, saat ini masih ada diantaranya yang tidak melayani 24 jam dan tujuh hari kerja dalam sepekan.
“Jadi yang tidak bekerja itu bukan pelabuhan tapi instansi atau entitas bisnis di luar pelabuhan seperti keagenan pelayaran/kapal, serta beberapa operator depo empty.”
“Termasuk Kementerian yang terkait perizinan (Kemenperin, Kemendag, Kemenhub, Kemenkeu, Kementan dan beberapa Lembaga),” ujarnya.
Subandi menjelaskan, syarat importir bisa mengeluarkan atau mengambil kontainer di pelabuhan adalah harus memiliki DO (Delivery Order) yang dikeluarkan keagenan kapal/shipping line.
Persyaratan tersebut bukan atas inisiatif pihak operator pelabuhan melainkan syarat dari pelayaran pada pelabuhan.
“Sementara perusahaan keagenan pelayaran (agen kapal) pada umumnya beroperasi atau kerja hanya dari Senin sampai Jumat,” ucap Subandi.
Begitu juga dengan syarat importir untuk mengambil kontainer di pelabuhan harus memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
“Nah, SPPB ini yang mengeluarkan adalah Bea Cukai di pelabuhan setempat. Sebab, Bea Cukai mempersyaratkan kepada pelabuhan agar kontainer yang keluar pelabuhan harus telah mengantongi SPPB. Belum lagi soal izin importasi yang harus di urus di kementerian dan lembaga,” jelas Subandi.
Sebelumnya, kemacetan hingga 17 ribu kontainer di dalam Pelabuhan Tanjung Priok berdampak besar bagi biaya operasional.
Kondisi ini langsung ditinjau oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Jumat pekan lalu.
Pemerintah juga merevisi Permendag 36 Tahun 2023 menjadi Permendag 8 Tahun 2024 tentang kebijakan impor. (rpi)