- Dok.Kemenkeu
Ditjen Bea Cukai Tingkatkan Penerimaan Negara di 2024, Ini Strategi Yang Akan Ditempuh
Jakarta – Kementerian keuangan menargetkan penerimaan Ditjen Bea Cukai (DJBC) di tahun 2024 yang Rp321 triliun.
Salah satu peran bea cukai adalah sebagai kontributor penerimaan negara (revenue collector), sehingga turut mengemban amanat pendapatan negara, yaitu pada Penerimaan Perpajakan.
Kebijakan kepabeanan dan cukai di tahun 2024, salah satunya adalah Penerimaan Negara yang Optimal. Dalam upaya pencapaian target penerimaannya, bea cukai tentu akan menghadapi tantangan yang tidak mudah baik eksternal maupun operasional.
Faktor eksternal berupa tensi geopolitik dan tekanan ekonomi global yang belum mereda, diperkirakan berlanjut ke tahun 2024. Salah satu imbasnya adalah moderasinya harga komoditas, terutama mineral dan CPO.
Faktor operasional juga tidak kalah penting, terutama pada penerimaan cukai rokok, yang menghadapi tren konsumsi downtrading ke jenis rokok dengan cukai lebih rendah atau beralih ke rokok elektrik.
Tantangan cukai belum selesai, karena masih dibayangi dengan peredaran rokok illegal. Sedangkan penerimaan BK, menghadapi tantangan operasional berupa kebijakan pemerintah yang melarang ekspor mineral pada Juni 2024 nanti.
Bea cukai menyadari kalau dibalik tantangan, tersembunyi peluang yang dapat dimaksimalkan.
Perekonomian nasional misalnya, di tahun 2024 diperkirakan tumbuh 5,2% sehingga artinya adalah konsumsi domestik dan aktifitas ekonomi masih terjaga. Selain itu ruang untuk penyelarasan proses bisnis (probis) dan Teknologi Informasi (TI), serta penyederhanaan pelayanan.
Peluang penambahan barang kena cukai juga masih terbuka, serta sinergi dengan aparat penegak hukum dan Kementerian/Lembaga (K/L).
Menjawab tantangan dan memaksimalkan peluang, bea cukai melakukan upaya intensifikasi tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), melalui kebijakan yang multiyears (tahun 2023 & 2024) dengan rata-rata kenaikan 10% dan jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) maksimal 5%. Pun demikian dengan ekstensifikasi BKC, melalui penambahan objek cukai baru dan merealisasikan pemungutan cukai produk plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), dengan tetap memperhatikan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Selain itu, bea cukai juga berupaya untuk melakukan penyederhanaan prosbis, terutama cukai. Bahkan layanan yang berbasis digital dilakukan pengembangan, serta mengintegrasikan layanan e-commerce atau market place. Tidak melulu tentang kebijakan, sisi operasional pun disiapkan seperti penguatan pengawasan dengan pemberantasan penyelundupan pemeriksaan barang dan dokumen, hingga post clearance audit.
Pengawasan dibidang cukai tidak kalah seru, seperti operasi gempur BKC illegal, profiling pengguna jasa, hingga pengawasan pemesanan pita cukai. Pelaksanaan semuanya, yaitu mulai dari pelayanan hingga pengawasan, diupayakan dengan pemanfaatan TI.
Sebagai bentuk pelaksanaan fungsi fasilitasi perdagangan, bea cukai menyiapkan kebijakan terkait Pengelolaan Fiskal yang Sehat dan Berkelanjutan. Salah satunya adalah meningkatkan efektivitas diplomasi ekonomi serta kerjasama kepabeanan internasional.
Selain itu, dilakukan upaya penguatan, harmonisasi, dan sinkronisasi fasilitas fiskal bidang kepabeanan dan cukai, serta pengembangan Pusat Logistik Berikat (PLB). Kemudian juga dengan memberi dukungan untuk pertumbuhan (ekonomi) wilayah dan pemerataan, yang dilakukan dengan mengoptimalisasi fasilitas Kawasan Khusus.
UMKM memiliki tiga peran penting terhadap perekonomian Indonesia, yaitu sebagai sarana pemerataan ekonomi rakyat kecil, sarana mengentaskan kemiskinan, dan sarana pemasukan devisa bagi negara. Sadar akan hal itu, bea cukai menyiapkan insentif fiskal untuk mendorong produktivitas sektor ekonomi melalui pemberdayaan UMKM.
Ada juga peran dalam memberikan Perlindungan Kepada Masyarakat dan Dukungan Terhadap Perekonomian yang Efektif dan Kontributif. Implementasi hal tersebut, bea cukai memperkuat pengawasannya dengan mengacu kepada konsep lima pilar pengawasan (follow the goods, follow the money, follow the transporter, follow the documents, follow the people). Kemudian dengan melakukan perbaikan probis pelayanan dan peningkatan kinerja logistik melalui implementasi National Logistic Ecosystems (NLE).
Salah satu nilai-nilai Kementerian Keuangan adalah Pelayanan. Penjabarannya adalah memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dana aman. Bentuk implementasinya, inline dengan kebijakan bea cukai yaitu Birokrasi Dan Layanan Publik yang Agile, Efektif dan Efisien.
Langkah konkrit kebijakan itu, adalah dengan penguatan strategi komunikasi, publikasi, bimbingan pengguna jasa serta kerja sama antar Lembaga. Selain itu, melakukan perencanaan strategis, manajemen risiko, pengendalian internal, penguatan budaya, dan integritas SDM. Kolaborasi dan sinergi tidak dilupakan, terutama dengan K/L, APH, dan Pemda dalam rangka pengamanan penerimaan negara serta pengembangan organisasi yang modern serta manajemen transformasi yang dinamis.
Bea cukai senantiasa mengedepankan sinergi, dengan bersatu padu di bawah naungan NKRI. Arahan Presiden menjadi kunci, bahwa “Ini bukanlah tentang aku atau kamu. Juga bukan kami atau mereka. Bukan soal barat atau timur, selatan atau utara. Sekarang bukan saatnya memikirkan itu semuanya. Tapi ini saatnya memikirkan tentang Bangsa kita bersama. Jangan pernah ragu untuk maju, karena kita mampu jika kita Bersatu”.
Peran Bea Cukai Menuju 2045
Indonesia mencanangkan untuk menjadi negara maju di tahun 2045. Cita-cita yang hanya bisa diraih, dengan kerja keras dan tidak business as usual. APBN sekali lagi menjadi instrumen stimulus ekonomi dan kesejahteraan menuju negara maju tadi. Fungsi stabilisasi APBN harus mampu menjadi shock absorber dalam merespon dinamika perekonomian dan tantangan. Fungsi alokasinya harus dapat mendukung agenda pembangunan. Serta fungsi distribusinya mampu sebagai solusi kesejahteraan masyarakat.
Menuju visi Indonesia Maju 2045, APBN tahun 2024 pun di-design untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Target belanja negara yang mencapai Rp3.325 triliun, dipenuhi dengan pendapatan negara yang Rp2.802 triliun dan pembiayaan Rp522 triliun.
Dengan arsitektur tersebut, APBN diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional yang 5,2% dengan inflasi yang terjaga di 2,8%.
Salah satu peran bea cukai adalah sebagai kontributor penerimaan negara (revenue collector), sehingga turut mengemban amanat pendapatan negara, yaitu pada Penerimaan Perpajakan.
Target penerimaan DJBC di tahun 2024 yang Rp321 triliun, berkontribusi dalam agenda pembangunan nasional tahun 2024, seperti pembangunan Ibukota Negara Nusantara (IKN) dianggarkan Rp40 trilun. Jangan lupa agenda Pemilihan Umum (Pemilu) yang menyerap Rp 37,4 triliun.
Belum lagi program pencegahan Stunting, dengan intervensi spesifik pada peningkatan gizi ibu hamil serta imunisasi, dan intervensi sensitive pada penyediaan fasilitas kesehatan dan minuman bernutrisi, air minum dan sanitasi layak.
Tunaikan Amanat APBN
Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan lalu, menyatakan bahwa perekonomian nasional triwulan III tahun 2023 tumbuh sebesar 4,94 persen (yoy). Secara kinerja memang masih positif, namun perlu dicermati persentase pertumbuhan (yoy) yang dibawah titik psikologis yaitu 5%. Mengingat tinggal tersisa satu triwulan lagi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023, untuk paling tidak berada di atas 5%.
Langkah strategis disiapkan pemerintah untuk menjaga target tersebut tetap kondusif, terutama di sisa tahun 2023. Paket kebijakan berupa insentif dan bantuan digelontorkan, seperti Bantuan beras, Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino, Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga insentif perumahan. Alhasil, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai salah satu instrumen dalam mengelola perekonomian nasional, kembali memainkan peran penting melalui tiga fungsinya, yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Nasib baik kinerja APBN per Oktober 2023, sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan, mencatatkan pendapatan negara mencapai Rp2.240,1 triliun sedangkan belanja negara Rp2.240,8 triliun. Meskipun defisit Rp700 miliar, APBN masih mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp365,4 triliun. Kinerja positif ini terjadi ditengah risiko dan ketidakpastian global yang masih meningkat. Indonesia tidak boleh mengabaikan kondisi global tersebut, karena efek rembesannya (spill over) berpotensi mempengaruhi perekonomian nasional mulai dari inflasi hingga nilai tukar.
Penerimaan kepabeanan dan cukai merupakan salah satu kontributor dalam pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan. Kinerjanya hingga bulan Oktober 2023 mencapai Rp220,8 triliun. Capaian tersebut turut berkontribusi membiayai belanja pemerintah pusat dengan manfaat yang langsung dirasakan masyarakat, yaitu sebesar Rp1.572,2 triliun. Bentuk belanja tadi di antaranya adalah perlindungan sosial, Petani, dan UMKM; pendidikan; hingga infrastruktur.
Penerimaan kepabeanan dan cukai, terdiri atas Bea Masuk (BM), Bea Keluar (BK), dan Cukai. Kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai, sangat terpengaruh oleh kondisi perdagangan dunia. Pun demikian situasi geopolitik yang belum mereda, menyebabkan volatilitas atau ketidakpastian yang berpengaruh pada harga komoditas dunia. Belum lagi penerimaan cukai yang karakteristiknya tidak seperti penerimaan perpajakan pada umumnya, karena berfungsi sebagai pengendalian konsumsi. Namun demikian, tantangan-tantangan tersebut tidak menyurutkan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam menuntaskan amanat penerimaan hingga akhir tahun 2023 nanti.