- Tim tvOne - Andri Prasetyo
Ancaman Krisis Pangan, Ekonom Minta Satgas Pangan Diperkuat Jelang Pemilu 2024
Sleman, DIY - Sejumlah negara di dunia tengah menghadapi ancaman krisis pangan. Selain akibat berlanjutnya perang Rusia-Ukraina, hal itu juga disebabkan adanya gangguan rantai pasok, cuaca ekstrim, hingga naiknya biaya input pertanian.
Menurut riset dari World Economic Forum, saat ini tengah terjadi living cost crisis, atau krisis akibat kenaikan biaya hidup khususnya di negara maju. Sementara tingkat inflasi Indonesia sejauh ini masih berada di level rendah yakni 3,5% yoy, dibanding Eropa dan AS yang berada di atas 8%.
Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah Indonesia perlu mengoptimalkan fungsi Satgas Pangan untuk menghadapi ancaman tersebut.
"Setiap ada sinyal kenaikan harga pangan, akan muncul risiko penimbunan. Tugas Satgas Pangan sebagai garda terdepan tentu diharapkan bukan saja membongkar praktik penimbunan, tapi juga melakukan upaya pencegahan seperti menghidupkan early warning system (peringatan dini) di titik distribusi yang rawan apabila ada kejanggalan terkait jumlah pasokan maupun harga," kata Bhima dalam keterangan tertulis, Senin (27/6/2022).
Bhima menjelaskan, pada saat jelang Pemilu 2024 mendatang, dimungkinkan akan muncul potensi-potensi impor bahan pangan. Hal ini perlu diantisipasi dengan memaksimalkan ketugasan Satgas Pangan secara optimal.
Sejauh ini kerja-kerja Satgas Pangan perlu mendapatkan dukungan dari seluruh pihak. Seperti saat menangani kasus minyak goreng repacking, hingga kebocoran minyak goreng keluar negeri selama terjadi pelarangan ekspor beberapa waktu lalu.
"Satgas Pangan cukup sigap dalam memberantas praktik spekulan pangan, sehingga memberikan shock therapy kepada oknum yang ingin meraup untung berlebih di tengah kenaikan harga pangan. Harapan ke depan Satgas Pangan juga dapat melakukan pengetatan pengawasan khususnya di titik perbatasan," terangnya.
Bhima yang juga seorang ekonom tersebut menambahkan, pengawasan impor pangan jelang hajatan Pemilu selalu menarik perhatian. Selain akurasi data pangan yang wajib dilakukan pemutakhiran secara berkala, pengawasan importir pangan juga menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Pasalnya, impor pangan kerap meningkat menjelang gelaran akbar Pemilu. Memang harus diakui beberapa kebutuhan pangan seperti bawang putih, gandum hingga gula masih bergantung pada impor, namun kepatuhan terhadap aturan yang berlaku tidak boleh dikesampingkan.
"Selama Satgas Pangan membantu investigasi atas pelanggaran pada importir yang tidak memiliki izin, kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian teknis dengan memberikan sanksi bagi importir nakal, maka masyarakat tidak perlu khawatir atas pengawasan impor pangan," ungkap Bhima.
Menurut Bhima, kasus 48.000 ton impor bawang putih yang tidak memiliki RIPH (Rekomendasi Impor Produk Holtikultura) berhasil dilaporkan dan importirnya mendapat sanksi, merupakan langkah yang membuat publik percaya terhadap kinerja Satgas Pangan.
Selain impor, pengawasan distribusi pupuk tidak kalah penting. Indeks harga pupuk di tingkat internasional telah naik 188% dibanding tahun 2021 lalu.
Imbas dari konflik Ukraina-Rusia membuat biaya produksi pupuk melonjak signifikan. Sementara anggaran subsidi pupuk tahun 2022 sebesar Rp 25 triliun untuk alokasi sekitar 8,87 juta ton hingga 9,55 juta ton.
"Tentu, ketika terjadi keterbatasan anggaran subsidi pupuk, upaya yang bisa dioptimalkan adalah pengawasan distribusi sehingga penyaluran pupuk subsidi bisa lebih tepat sasaran," pungkas Bhima. (Apo/Buz).