- tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Ekspresikan Perjalanan Dua Dekade Konvensi 2005 UNESCO, Kementerian Kebudayaan Gelar Pameran “SUARA Indonesia”
Sleman, tvOnenews.com - Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan menghadirkan sebuah ruang refleksi bertajuk “SUARA Indonesia! Retrospeksi 20 Tahun Konvensi 2005 UNESCO” untuk menandai dua puluh tahun Konvensi 2005 UNESCO tentang Perlindungan dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya.
Dibuka secara resmi pada Sabtu (20/12) di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, pameran ini bertujuan menegaskan peran kebudayaan tidak hanya sebatas warisan masa lalu, melainkan sebuah ruang hidup yang terus-menerus diciptakan, dinegosiasikan, dan dipertukarkan.
Melalui video sambutannya, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon menekankan bahwa pembangunan kebudayaan membutuhkan andil dari berbagai pihak.
“Pembangunan kebudayaan tidak dapat berjalan sendiri. Oleh karena itu, laporan periodik Konvensi 2005 yang akan disusun dan disampaikan pada tahun 2027 menjadi instrumen penting untuk menilai capaian, mengidentifikasi tantangan, serta merumuskan langkah ke depan. Proses ini membutuhkan dukungan dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, komunitas, pelaku budaya, serta sektor swasta agar data, praktik baik, dan pembelajaran dari lapangan dapat terdokumentasi secara komprehensif,” paparnya.
Pameran “SUARA Indonesia! Retrospeksi 20 Tahun Konvensi 2005 UNESCO” dirancang sebagai sebuah “ruang baca” yang membawa pengunjung ke dalam perjalanan naratif memahami makna kebebasan berekspresi dan keberagaman budaya dari kerangka kebijakan global maupun pengalaman personal, hingga partisipasi publik.
Sejumlah segmen disusun dalam pameran ini untuk menelusuri wawasan tentang Konvensi 2005 UNESCO secara mendalam. Dimulai dari perjalanan Indonesia meratifikasi konvensi ini pada tahun 2012, tujuan konvensi, capaian yang diharapkan, tantangan yang dihadapi, hingga kebijakan dan dampak implementasinya. Dalam mewujudkan nilai-nilai konvensi ke dalam pengalaman indrawi, pameran ini juga mempresentasikan empat karya seniman sebagai refleksi artistik atas relasi antara negara, masyarakat, teknologi, dan kebebasan berekspresi.
Salah satu kurator pameran, Ignatia Nilu mengatakan bahwa pameran ini didasari oleh keyakinan bahwa kebudayaan akan terus hidup selama masyarakat memiliki ruang untuk bersuara.
“SUARA Indonesia! berangkat dari keyakinan bahwa kebudayaan akan hidup ketika setiap orang memiliki ruang untuk bersuara. Konvensi 2005 UNESCO memberi kerangka penting untuk memastikan keberagaman ekspresi budaya tidak hanya dilindungi, tetapi juga dihidupi melalui partisipasi publik,” ungkapnya.