- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Kembali Datangi KPAID, Orang Tua Siswa Korban Bullying di SD Swasta Yogyakarta Minta Keadilan
Yogyakarta, tvOnenews.com - Perjuangan seorang ibu agar anaknya inisial YK yang menjadi korban perundungan oleh teman sekelasnya di SD Budya Wacana supaya memperoleh keadilan terus berlanjut.
Didampingi kuasa hukumnya, K selaku ibu dari YK, kembali mendatangi Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta pada hari ini.
"Saya minta dikawal untuk anak saya mendapatkan proses yang seadil-adilnya baik kepala sekolah, wali kelas harus turun tidak boleh menjabat lagi," tegasnya saat ditemui, Selasa (4/3/2025).
Diketahui, YK mengalami perundungan yang dilakukan oleh B dan N sejak duduk dibangku kelas 1 SD. Puncaknya, dibangku kelas 3 SD hingga korban mengalami sakit dibagian kaki dan tubuhnya. Juga sering merasa ketakutan, kondisi cemas serta memiliki keinginan untuk putus sekolah.
Bahkan, korban selalu kaget dan bermimpi terkait perundungan yang dialaminya. Kejadian tersebut sudah disampaikan kepada pihak sekolah namun seolah-olah lalai dalam melakukan penanganan.
Pihak sekolah malah menyatakan YK harus diberikan guru pendamping karena mengidap penyakit Attention Deficiti Hyperactivity (ADHD). Namun kenyataannya, YK tidak pernah mengalami ADHD sebagaimana yang dituduhkan.
Hal ini sejalan dengan asesmen psikologi dari UPT PPA Kota Yogyakarta bahwa kondisi anak korban disebabkan oleh perundungan yang terjadi di sekolahan.
Kasus ini telah dilaporkan oleh ibu korban ke Disdikpora Kota Yogyakarta pada 11 Oktober 2024. Dilanjutkan ke KPAID Kota Yogyakarta pada 14 Oktober 2024 namun sampai saat ini KPAID belum menyampaikan hasil pengaduan tersebut.
Mohammad Endri selaku kuasa hukum keluarga korban menyayangkan pihak sekolah atas tuduhannya kepada YK. Juga menyayangkan beberapa guru yang menyatakan bahwa pihak sekolah sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani perundungan.
Akan tetapi, fakta yang ditemukan melalui upaya yang dilakukan Disdikpora bahwa pihak sekolah belum memiliki SOP yang jelas.
"Tindakan-tindakan yang dilakukan pihak sekolah sangat disayangkan apalagi belum mempunyai SOP tapi mengatakan sudah punya SOP, dikhawatirkan ketika dikemudian hari ada kejadian serupa dan pihak sekolah mengatakan sudah punya SOP maka dampaknya terhadap anak akan semakin parah," kata Endri.