- Tim tvOne - Andri Prasetiyo
Pengamat Sebut Politik Identitas Masih Akan Dipakai pada Pilpres 2024
"Dulu digunakan sebagai alat perjuangan. Kalau sekarang politik identitas digunakan untuk merebut dan mencari kekuasaan. Nah bahayanya sebenarnya di sini," urai Dekan Fisipol UGM tersebut.
Lebih lanjut Wawan menerangkan, di negara kita kerap menggunakan pola singel majotarian dalam konteks politik elektoral. Artinya, siapapun yang memenangkan 50 persen plus 1 suara akan memiliki legitimasi menjadi pemimpin politik.
"Dalam situasi seperti ini, penggunaan politik identitas sangat critical karena selisih suara orang ini kan cukup sedikit apalagi nanti dua putaran dan kemudian dua calon, jangankan 1-2 persen, satu suara akan jadi penentu kemenangan," paparnya.
Sementara itu, Rektor UII Fathul Wahid mengatakan politik identitas sudah mewarnai diskusi di Indonesia sejak pertengahan hingga akhir 1990an. Hal itu diketahui dari pelacakan dokumen dan artikel ilmiah yang terindeks dengan Google.
"Secara spesifik, pelacakan terhadap artikel artikel ilmiah di Google Scholar menemukan, buku pertama berbahasa Indonesia yang menyinggung isu ini adalah tulisan Muhammad A.S. Hikam (2000) yang berjudul "Islam, Demokrasi, dan Pemberdayaan Civil Society," ujar Fathul.
Sejak saat itu, lanjut Fathul, perhatian intelektual terhadap isu tersebut semakin meningkat. Terbukti 10 tahun kemudian atau pada 2010 sudah terdapat 81 karya.
Kemudian pada 2019 ditemukan 1.030 karya, dan tahun 2022 sebanyak 1.250 karya yang terindeks dengan Google Scholar.