- Istimewa/Tangkapan Layar dari Kanal YouTube ILC
Ternyata Ini Alasan LPSK Menolak Memberi Perlindungan Terhadap Putri Candrawathi
Sumatera - Alasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak memberi perlindungan terhadap istri Gerdy Sambo, Ibu PC atau Putri Candrawathi, dibeberkan Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo di acara Indonesia Lawyers Club.
Alasan penolakan itu, Hasto katakan, yang pertama pihak LPSK memutuskan pada tanggal 12 Agustus 2022 lalu untuk secara resmi mengeluarkan status justice collaborator kepada Bharada E.
"Karena kami sudah melakukan investigasi dan juga asesmen kepada yang bersangkutan, setelah bersangkutan berstatus sebagai tersangka. Jadi kami menilai tersangka bukan pelaku utama dan mempunyai keterangan yang signifikan dan diperlukan dalam proses peradilan dan yang lebih ini lagi, yang bersangkutan bersedia menjadi justice collaborator serta bersedia mengungkapkan semua kejadian semua fakta dan semua yang dia ketahui," tutur Hasto Atmojo Suroyo, seperti yang dikutip dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Sabtu (20/8/2022).
Bahkan, Bharada E juga bersedia memberikan keterangan untuk mengungkap orang-orang yang berperan lebih besar dari kasus tewasnya kematian Brigadir J.
"Ini yang membuat bersangkutan (Bharada E) kami terima untuk dilindungi LPSK sebagai Justice Collaborator," tuturnya.
Kemudian, ia katakan, pihaknya menghentikan permohonan Bharada E, karena yang bersangkutan sebelumnya mengajukan permohonan sebagai saksi untuk kasus pernacanaan pembunuhan.
"Jadi ini pun sudah dihentikan oleh pihak kepolisian, makanya kami menghentikan. Memang sejak awal kami sudah memprediksi dan sudah sampaikan kepada yang bersangkutan bahwa Bharada E berpontesi besar menjadi tersangka dan saya bilang juga kalau jadi tersangka LPSK tidak akan meberikan perlindungan, karena mandat LPSK itu memberikan perlindungan pada saksi, korban atau saksi korban, saksi volebulator atau ahli," tuturnya
Sambungnya menjelaskan, bahwasanya pihaknya juga menyampaikan kepada kuasa Hukum Bharada E, tentang LPSK akan memberikan perlindungan sepanjang bersangkutan berstatus justice collaborator.
"Itu kami beri tahu sejak bersangkutan belum jadi tersangka. Belakangan sebelum jadi tersangka keterangan-keterangan yang disampaikan berbeda bahkan bertolak belakang. Terutama misalkan tentang keterangan tembak menembak, ternyata yang kemudian yang diakui bersangkutankan bukan tembak menembak, tapi penembakan. Ini yang pertama kali permohonan bersangkutan (Bharada E) kami hentikan," ujarnya.
Kemudian, ketika pihaknya juga memutuskan untuk menghentikan atau menolak permohonan dari Ibu PC. Hal itu dikarenakan, pihak kepolisian sudah menghentikan dan menyatakan bahwa apa yang dilaporkan Ibu PC tidak terjadi (soal kekerasan seksual).
"Jadi, kami tentu saja karena ranah kami di ranah pidana, kalau tidak ada tindak pidana tentu kami tidak bisa melakukan intervensi apapun," tuturnya.
Akan tetapi, ia katakan, sejak awal pihaknya sudah merasakan sudah ada kejanggalan-kejanggalan.
"Misalnya, Ada laporan tentang tindak pidana pelecehan seksual ini. Ada dua laporan sebenarnya, laporan ini tanggalnya beda tetapi nomornya satu. Kemudian permohonan dari kepolisian untuk mengajukan rekomendasi untuk memberikan perlindungan terhadap Ibu PC itu, ternyata sudah ada sejak tanggal 9 Juli, meski sampai ke LPSK baru tanggal 12 Juli," tuturnya.
Namun permohonan Ibu PC sendiri, ia beberkan, itu dilakukan tanggal 14 Juli dan disertai dengan permohonan dari penasihat hukumnya. Ia katakan, pihaknya tetap berprinsip karena LPSK ini adalah representasi negara untuk memberikan perhatian perlindungan terhadap korban, termasuk korban kekerasan seksual.
"Itu dari undang-undang TPKS yang baru kan dikatakan, negara harus hadir. Kalau tidak dalam waktu 24 jam, seorang korban tindak pelecehan seksual harus mendapatkan perhatian negara," pungkasnya.
Maka dari itu, ia akui, pihaknya melakukan koordinasi kepada Polres Jakarta Timur pada saat itu. Hal itu dilakukan pihaknya pada tanggal 12 Juli 2022 setelah kepolisian berikan konfrensi pers pada saat itu.
"Kemudian berita begitu ramai di media dan kemudian kami melakukan koordinasi kepada Polres Jakarta Selatan. Dan, kemudian kami memang, karena ini terjadi di rumah Ferdy Sambo, tim kami juga datangi Ferdy Sambo di kantornya, di Propam dan kemudian kami pada waktu itu mendapatkan permintaan dari pak Ferdy Sambo agar LPSK bisa mengehentikan pemberitaan di media yang terlalu menyudutkan istri maupun keluarganya," bebernya.
Ia akui hal yang dipinta Ferdy Sambo sangat sulit dilakukan oleh LPSK. Sebab, permintaan itu bukan wilayah wewenang LPSK, kecuali pihak kami melindungi kepentingan korban untuk tidak diekspos.
Berikutnya pada tanggal 13 Juli LPSK bertemu Bharada E dan Bharada E menyampaikan kesaksian yang secara konsisten dipertahankannya hingga dia menjadi seorang tersangka.
"Bharada E pada tanggal 13 Juli itu juga mengajukan permohonannya untuk dilindungi sebagai saksi kasus percobaan pembunuhan dan kemudian tanggal 14 Ibu PC juga mengajukan permohonan. Atas dasar itu kami terus berusaha untuk menggali informasi dari kedua pemohon dan berbagai pihak, karena kita kan lakukan investigasi," tuturnya.
Nah untuk Ibu PC ini, ia katakan, sampai terakhir pihaknya tidak sama sekali mendapatkan keterangan dari Ibu PC.
"Oleh karena itu saya sampaikan, kalau 30 hari kerja tidak ada informasi, ya LPSK tidak mau harus memutuskan sebab kita kan kita dibatasi undang-undang untuk melakukan itu. Belum sampai 30 hari, pihak kepolisian menyampaikan tidak ada tindak pidana kekerasan seksual. Jadi otomatis juga kami coba menghentikan dan tidak bisa menerima permohonan dari bersangkutan (Ibu PC)," ungkapnya.
"Akan tetapi, tetap membuka peluang. Andai kata ke depan perubahan status pada bersangkutan (Ibu PC) dan ada dinimika lain yang menempatkan bersangkutan kepada posisi tertentu, yang memungkinkan LPSK memberikan perlindungan, itu kami bisa memberikan perlindungan," tegasnya. (Aag)