- Daud Sitohang
Anggaran Rehab Rumah Dinas Wali Kota dan Wawali Tebing Tinggi Rp 700 Juta Disorot LSM
"Ini tidak patut dicontoh, di tengah kondisi masyarakat kesulitan ekonomi, malah ada rehab rumah dinas yang mencapai Rp 500 juta. Itu adalah nilai fantastis," katanya.
Sandy menambahkan, banyak masyarakat yang sedang bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 karena tidak mempunyai kepastian ekonomi. Seharusnya anggaran tersebut dialokasikan untuk perbaikan ekonomi masyarakat.
"Kami berharap agar menunda dulu membangun 'istana' di tengah kondisi sulit. Alokasikan saja dananya untuk masyarakat di tengah kesulitan ekonomi saat ini," ujarnya.
Perihal ini turut disoroti oleh Forum Komunikasi Mahasiswa dan Pemuda (FKMP) Tebing Tinggi.
Sekretaris FKMP, Kurniadi Chaniago mengatakan, jika biaya rehab rumah dinas Wali Kota Tebing Tinggi itu masuk dalam kategori pemborosan anggaran dan berpotensi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Alasannya karena secara fisik rumah dinas wali kota masih terlihat dalam kondisi baik dan layak huni.
"Hanya cat tembok pagar saja yang kelihatan perlu dipelihara," ujarnya.
Selanjutnya, seperti ramai diketahui bahwa rumah dinas Wali Kota Tebing Tinggi hanya digunakan untuk kegiatan wali kota baik kegiatan resmi maupun seremonial tapi tidak dihuni oleh wali kota dan keluarganya.
"Artinya rumah dinas Wali Kota Tebing Tinggi itu masih sangat layak untuk dihuni dan jika ada pemeliharaan mungkin hanya cat temboknya saja, tapi jika dipaksakan biaya yang dikeluarkan sebanyak Rp 500 juta maka diduga ada kongkalikong di balik itu," ucap Kurniadi.
Sedangkan biaya rehabilitasi untuk rumah dinas Wakil Wali Kota Tebing Tinggi sebesar Rp 200 juta dianggap masih wajar walaupun perlu juga diawasi oleh APH dalam proses pelaksanaannya nanti.
Sebab, rumah dinas wakil wali kota memang dihuni oleh wawali dan keluarganya sepanjang masa jabatan.
"Jika rumah dinas wakil wali kota biayanya rehabnya Rp 200 juta itu masih logika walaupun tetap harus diawasi oleh APH pelaksanaannya nanti," ujar Kurniadi.
FKMP meminta APH untuk serius mengawasi pelaksaan rehabilitasi kedua rumah dinas itu sebab anggarannya jika diakumulasi sebesar Rp 700 juta.
FKMP juga mendorong APH untuk menelusuri anggaran pemeliharaan kedua rumah dinas itu pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi apakah selama ini anggaran untuk pemeliharaan kedua rumah dinas itu telah dianggarkan dan untuk apa saja anggaran itu dikeluarkan.
Hal ini dapat mencegah adanya dobel anggaran terhadap objek yang sama, sebab perbuatan itu akan mengarah kepada pelanggaran hukum yakni korupsi.
"FKMP juga akan terus mencari informasi sambil tetap mengawasi jalannya pelaksanaan rehabilitasi kedua rumah dinas itu sejak masuk di portal Sirup LKPP hingga proses lelangnya di ULP LPSE Kota Tebing Tinggi agar tidak ditumpangi oleh kartel mafia proyek," tutup Kurniadi. (dsg/mg2/act)