- Istimewa
Lindungi Maleo dengan Jaga Habitatnya
tvOnenews.com - Anggota DPR RI dari Provinsi Gorontalo, Rachmat Gobel, mengajak masyarakat Gorontalo dan Sulawesi untuk melindungi burung maleo (Macrocephalon maleo) dari kepunahan. Burung maleo adalah burung endemik Sulawesi. “Populasinya kian sedikit, salah satunya karena habitatnya yang merosot drastis,” katanya, Senin, 22 Desember 2025.
Burung maleo berbadan relatif besar, lebih suka berada di tanah daripada di ketinggian pohon. Juga lebih suka lari dan bersembunyi daripada terbang saat terancam pemangsa. Yang khas dari burung maleo adalah jambulnya yang keras dan seperti tanduk. Bulunya berwarna hitam, di bagian bawah lazimnya berwarna putih atau jingga, dan sekeliling matanya berwarna kuning. Tampilan burung maleo juga indah dan unik. Burung maleo hanya ada Sulawesi. Bertelur cukup besar (diameter 11 cm dan berat 270 gram) dan hanya satu telur. Ia tidak mengerami telurnya tapi dikubur di pasir pantai atau tanah. Telurnya menetas akibat terik matahari atau karena bumi yang panas dalam jangka 62-85 hari. Sulawesi dilintasi garis khatulistiwa yang memberi dampak suhu udara lebih panas daripada di tempat lain. Namun bukan hanya itu, tanah Sulawesi juga lebih panas akibat geothermal maupun keberadaan tambang mineral yang kaya di bawah tanah Sulawesi seperi emas, nikel, tembaga, dan lain-lain. Walau burung maleo awalnya hidup di seluruh pulau Sulawesi, bahkan Buton, namun kini lebih banyak berada di Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
Burung maleo menjadi perhatian nasional dan internasional. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 memasukkan burung maleo sebagai burung yang dilindungi. Sedangkan secara internasional, IUCN (International Union for Conservation of Nature) memasukkan maleo ke dalam IUCN Red List, yaitu dengan status critically endangered (CR) akibat pembabatan hutan dan erosi pantai serta akibat perburuan telur maleo untuk dikonsumsi. Selain itu, Konvensi Perdagangan Internasional (CITES/Convention on International Trade in Endangered Species) Appendix 1 memasukkan maleo sebagai satwa yang dilarang untuk diperdagangkan karena masuk kategori highly endangered akibat pembalakan hutan, aktivitas penambangan, dan perluasan lahan pertanian.
Menurut Tatang Abdullah, kepala resort Cagar Alam Panua, Kabupaten Pohuwato, berdasarkan pendataan terakhir pada 2010, populasi burung maleo hanya ada 500 sampai dengan 550 ekor. “Saat ini hanya ada di dua wilayah, yaitu di Sulawesi Tengah dan di Gorontalo. Di Gorontalo ada di dua tempat, yaitu di hutan Panua dan di hutan Bogani. Burung maleo hanya bisa bertelur di dua habitat yang terbatas, yaitu di pantai dengan suhu tertentu dan di pedalaman yang memiliki panas bumi,” katanya. Bupati Pohuwato, Saipul A Mbuingan, mengatakan, dalam 11 tahun terakhir, sudah dilepasliarkan 1.400 burung maleo hasil dari penetasan telur di penangkaran.
- Istimewa
Pada Kamis, 18 Desember 2025, Rachmat Gobel melepasliarkan anak burung maleo yang berusia satu bulan di hutan Panua, Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Hadir pula Bupati Saipul A Mbuinga, Wakil Bupati Iwan S Adam, Kepala Resort Cagar Alam Panua Tatang Abdullah, dan Direktur Chateraise Kenji Miyashita. Ada tujuh burung maleo yang dilepaskan. Anak maleo ini hasil penetasan di penangkaran. Burung maleo terancam punah akibat perburuan, kehilangan habitat, kehilangan ladang untuk bertelur, dan telurnya diambil manusia untuk dikonsumsi. Predator maleo, selain manusia, adalah biawak, ular, dan kadal. Jika tidak ada upaya serius, diperkirakan dalam 30 tahun burung maleo akan punah.
Gobel mengajak seluruh masyarakat Gorontalo untuk menjaga kelestarian burung maleo. “Ini aset kita. Bukan saja karena eksistensinya yang memang harus dijaga, tapi juga bisa bernilai ekonomi untuk wisata. Ini bisa mendatangkan turis asing yang membawa dolar. Jadi ini modal unik kita yang tak dimiliki daerah lain,” katanya. Di Australia, yaitu di Melbourne, turis asing rela menunggu berlama-lama hingga matahari terbenam hanya menunggu burung penguin pulang. Pemerintah membuatkan tribun untuk pengunjung duduk menunggu. Mereka harus membeli tiket masuk dan juga bisa membeli cendera mata dengan gambar penguin. “Jika populasi maleo membesar dengan signifikan, tak menutup kemungkinan hadirnya destinasi wisata maleo,” katanya.
Namun Gobel mengingatkan bahwa burung maleo memiliki dua habitat. Pertama, habitat untuk hidup. Kedua, habitat untuk bertelur. “Jadi kita harus menjaga dua jenis habitat ini. Pemerintah daerah dan masyarakat Gorontalo harus segera menentukan daerah yang dilindungi agar tidak dirambah kepentingan permukiman maupun bisnis. Ini harus dengan kesadaran bersama. Mari kita buktikan bahwa orang Gorontalo bisa menjadi pertahanan terakhir maleo,” katanya.
Maleo memang menjadi kebanggaan orang Sulawesi. Dulu, BJ Habibie pernah menggagas mobil nasional dengan nama maleo. Saat itu Habibie selaku Menristek/Kepala BPPT mengkolaborasikan PT IPTN dengan industri mobil asal Jerman, VW, untuk memproduksi mobil nasional. Namun proyek ini gagal seiring runtuhnya Orde Baru. Kini, di Morowali, Sulawesi Tegah, terdapat bandara yang menjadikan burung maleo sebagai nama bandara tersebut. “Jangan sampai maleo hanya dikenang sebagai nama bandara atau pernah mau jadi nama mobil nasional. Kita harus jaga burung maleo dengan manjaga kelestarian alam dari keserakahan manusia,” kata Gobel.(chm)