- tim tvone - sandi irwanto
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Putusan Pengadilan Tak Berlaku Surut, Begini Penjelasan Pakar Hukum
Surabaya, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya DR Hufron SH MH, menanggapi laporan yang dilakukan Presiden ke 7 RI Joko Widodo ke Polda Metra Jaya, terkait dugaan ijazah palsu miliknya merupakan langkah tepat.
Apalagi laporan ini dilakukan setelah tidak menjabat sebagai Presiden RI. Selain itu, Hufron juga menyebut apapun hasil keputusan pengadilan terkait asli atau tidaknya ijazah Jokowi tidak berimplikasi kepada semua kebijakan selama menjadi kepala daerah dan kepala negara.
“Pak Jokowi memiliki hak untuk melaporkan ke Polda Metro Jaya jika ada tindakan yang dianggap merugikan. Misalkan nama baik Pak Jokowi terkait dengan adanya dugaan ijazah Pak Jokowi itu palsu. Menurut saya bisa dugaan pencemaran nama baik, bisa fitnah, bisa kemudian dugaan menyebarkan berita bohong atau hoax,” ungkap Hufron.
Mengapa kasus ini tidak dilaporkan saat menjadi Presiden tapi dilapor setelah tidak menjadi Presiden RI, pakar Hukum Tata Negara yang juga Konsultan Hukum ini menegaskan, hal ini lebih baik jika Jokowi tidak menjabat Presiden agar aparat penegak hukum ini bisa bekerja secara objektif dan tidak memihak.
“Biar transparan diproses hukumnya, gitu. Bisa fair play karena tidak pada posisi sebagai Presiden tetapi sebagai warga negara biasa,” tukasnya.
“Lantas apa implikasinya? Pertama kalau (laporan) ini nanti diproses hukum, penyelidikan dan penyidikan, sampailah kemudian di persidangan, jika ternyata betul ijazah Pak Jokowi ternyata asli seperti yang diklarifikasi oleh Rektor UGM, tentu terlapor pasal pencemaran nama baik, fitnah atau menyebarkan berita bohong,” jelas Hufron, saat ditemui di kantornya di kawasan Ngagel, Surabaya.
Kedua, lanjut Hufron, jika sebaliknya nanti di persidangan ternyata bahwa dugaan ijazah palsu Pak Jokowi terbukti bahwa itu palsu, tentu ada dalam konteks Hukum Administrasi itu berlaku prinsip bahwa asas keabsahan tindakan tata usaha negara.
“Jadi, ijazah Pak Jokowi itu baru dinyatakan palsu apabila ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dan sejak (putusan pengadilan) itu kedepannya maka tidak bisa digunakan lagi karena ijazahnya palsu,” paparnya.
Meski begitu, kata Hufron, sepanjang ijazah itu dipakai untuk mendaftar ke KPU ketika menjadi calon Walikota Solo kemudian calon Gubernur DKI sampai kemudian calon Presiden dengan ijazah itu, tidak berarti semua produk keputusan Walikota, Gubernur DKI dan Presiden itu kemudian tidak sah.
“Hal ini karena berlaku prinsip yang disebut sebagai hukum ini berlaku prospektif. Jadi bukan kemudian semuanya menjadi tidak sah. Pengambilan keputusan saat jadi Gubernur saat jadi Walikota maupun Presiden tetap sah, sampai kemudian ada putusan kekuatan hukum tetap bahwa ijazahnya itu palsu,” imbuhnya.
Oleh karena itu, menurut Hufron, ada prinsip penting dalam konteks negara demokratis yaitu perlindungan hak asasi manusia. Pada prinsipnya ada asas praduga tak bersalah, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan sudah pengajuan dianggap tidak bersalah.
“Secara hukum harapannya adalah tuntas, clear bawa putusan pengadilan itulah yang kemudian harus ditaati, dipatuhi semua pihak. Pihak yang pada awalnya dia menduga itu adalah palsu, maupun aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa ini memang ijazahnya misalkan terbukti asli, tetapi itu adalah melalui putusan pengadilan,” pungkasnya. (msi/hen)