news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Prof. Dr. Sri Winarsi, S.H., M.H., pakar hukum administrasi dari Universitas Airlangga..
Sumber :
  • zainal arifin

Pakar Hukum Administrasi Unair Nilai RKUHP dan UU Kejaksaan Sebabkan Tumpang Tindih dan Rugikan Masyarakat

Beberapa ahli hukum administrasi ikut mengomentari tumpang tindih kewenangan kepolisian dan kejaksaan yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini.
Selasa, 4 Februari 2025 - 19:18 WIB
Editor :

Surabaya tvOnenews.com - Beberapa ahli hukum administrasi ikut mengomentari tumpang tindih kewenangan kepolisian dan kejaksaan yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Salah satunya adalah Prof. Dr. Sri Winarsi, S.H., M.H., seorang pakar hukum administrasi dari Universitas Airlangga.

Ia menilai bahwa ketidakjelasan pembagian kewenangan dalam RKUHP dan UU Kejaksaan menggambarkan minimnya harmonisasi antar-lembaga penegak hukum.

“Penjelasan umum dalam UU Nomor 11 Tahun 2021 telah memperlihatkan arah hukum politik pembentukan UU adalah untuk mengakomodasi prinsip prosecutorial discretion dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Artinya, kejaksaan menjadi memiliki kewenangan yang begitu besar,” ungkapnya.

Ia juga menilai bahwa Pasal 30B huruf a sangat kontroversial karena tidak ada interpretasi otentik terkait ruang lingkup intelijen penegakan hukum. Kekaburan aturan ini dapat menimbulkan peluang diinterpretasikan bahwa kejaksaan berwenang melakukan penyelidikan yang sebenarnya adalah kewenangan kepolisian.

“Ini bertentangan dengan prinsip diferensiasi fungsional KUHP. Diferensiasi fungsional sendiri merupakan salah satu prinsip utama dalam administrasi publik,” katanya.

“Ketika batas fungsi antara kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik serta kejaksaan sebagai penuntut tidak ditegaskan, maka terjadi penyimpangan dari prinsip diferensiasi ini. Akibatnya, alih-alih bekerja secara sinergis, kewenangan kedua lembaga ini justru dapat saling tumpang tindih,” jelasnya.

Ia berpandangan bahwa disahkannya UU Kejaksaan pada 2021 yang memperluas kewenangan kejaksaan berpotensi menciptakan dualisme kewenangan. Terlebih lagi, dalam persoalan ini konsep check and balance juga menjadi kunci utama untuk mengakselerasikan mekanisme pengawasan dan pengendalian antar lembaga yang efektif.

“Jika kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan tidak dipisahkan dengan jelas, pengawasan terhadap pelaksanaan tugas menjadi sulit dilakukan. Prinsip check and balance menjadi lemah, dan celah penyalahgunaan wewenang semakin besar,” paparnya.

Ia menambahkan bahwa prinsip proporsionalitas juga menuntut agar kewenangan yang diberikan kepada lembaga penegak hukum digunakan secara seimbang dan tidak berlebihan sehingga tidak ada salah satu lembaga yang over power atau menjadi super body di antara lembaga yang lain.

“Ketika ada tumpang tindih kewenangan, potensi penggunaan kewenangan secara berlebihan akan meningkat, pada akhirnya yang rugi adalah masyarakat,” tambahnya.

Berita Terkait

1
2 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

16:39
05:06
00:56
02:33
00:57
00:57

Viral