- tvOne - wawan sugiarto
Mengenal Tradisi Arak dan Rebutan Jolen, Sedekah Bumi Warga di Lereng Gunung Semeru
Lumajang, tvOnenews.com - Memasuki bulan Muharam atau bulan Suro dalam kalender Jawa, masyarakat menggelar tradisi sedekah bumi, yang merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di Jawa yang hingga kini masih lestari. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang terdahulu.
Di Kabupaten Lumajang, tradisi sedekah bumi biasa diadakan saat peringatan bersih desa. Salah satunya seperti yang diselenggarakan warga Desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Lumajang, Minggu (14/7).
Seperti pada acara tahun sebelumnya, rangkaian tradisi sedekah bumi ini biasa diperingati dengan membawa arak-arakan sesaji lengkap berupa nasi tumpeng, ayam ingkung, jajanan pasar serta hubungan hasil bumi dan pertanian, yang tertata rapi di atas tandu, penduduk sekitar biasa menyebutnya arak-arakan jolen.
Lengkap dengan pakaian dan atribut masyarakat Jawa, ritual sedekah bumi Desa Pasrujambe diawali dengan prosesi kirab budaya dari Balai Desa menuju lapangan. Sebelum diarak keliling kampung, arak-arakan jolen didoakan terlebih dahulu oleh sesepuh desa.
Pantauan tvOnenews.com di lokasi terlihat sejak pagi ratusan jolen dengan anek bentuk, sudah tertata rapi di jalan desa. Selain berupa nasi tumpeng, jolen ini juga dilengkapi dengan aneka sayuran, buah-buahan hingga jajanan pasar dan makanan ringan.
Penduduk setempat meyakini, bahwa dengan mengarak dan berebut jolen, bisa membawa berkah bagi pertanian hasil bumi. Maka sesampainya di lapangan desa, arak-arakan jolen dan sedekah bumi yang telah didoakan jadi rebutan warga.
Menurut Kepala Desa Pasrujambe, Sugiyanto, tradisi sedekah bumi atau selamatan desa ini merupakan bentuk wujud syukur kepada Tuhan dari hasil bumi yang menjadi mata pencaharian sehari-hari. Ritual ini sudah menjadi agenda wajib hajat desa yang menjadi doa perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penolak bala.
“Sedekah bumi atau biasa dikenal sebagai arak-arakan Jolen ini sudah menjadi ritual turun temurun warga Desa Pasrujambe. Sebab, masyarakat desa pasrujambe mayoritas bekerja sebagai petani, buruh tani dan peternak maka ritual sedekah bumi ini menjadi sarana doa dan kenduri perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Sugiyanto, kepada sejumlah awak media.
Dia menambahkan, ritual sedekah bumi merupakan agenda tahunan Desa Pasrujambe yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga Pasrujambe dan sekitarnya. Pasalnya selain, untuk berebut berkah dari arak-arakan jolen, rombongan kirab sedekah bumi selalu menampilkan kesenian dan budaya yang beraneka ragam.
“Parade jolen dan arak-arakan sedekah bumi merupakan agenda tahunan yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar. Dan ini merupakan tahun kedua. Karena selain untuk memperingati bersih desa, kegiatan ini kita selalu menggelar hiburan wajib lainnya. Jadi sehari sebelumnya, kemarin siang hingga malam kita gelar kesenian tradisional bantengan. Lalu siang ini kita menggelar jolen ini dan nanti malam kita masih ada wayangan dan ruwatan masal. Selanjutnya besok kita akhiri dengan kegiatan gebyar sholawat nabi,” jelasnya.
Di sisi lain, tidak hanya sebatas tradisi turun temurun, kegiatan arak jolen ini juga merupakan upaya memupuk rasa persatuan dan ajang silaturahmi warga. Makanya tidak heran, jika dalam pelaksanaan tradisi ini sangat meriah.
"Ini wujud persatuan, kerukunan dan betapa guyub rukunnya warga kami. Bisa kita lihat sendiri dari ratusan jolen dan gunungan yang diarak hari ini. Dan yang terpenting lagi, kegiatan ini juga sangat berdampak terhadap perekonomian warga terutama para pelaku umkm dan pedagang kaki lima," terangnya.
Sementara itu, warga mengaku sangat senang dan bergembira bisa mengikuti dan menghadiri tradisi tahunan ini, salah satunya Fatmiati, yang sengaja datang untuk ikut berebut jolen.
"Kami satu keluarga datang semua sejak pagi. Acaranya sangat menarik dan bentuk jolen maupun gunungnya juga semakin bagus. Tadi dapat sayuran dan buah saja. Tidak dapat tumpeng, kalah berebut sama yang muda-muda. Tadi tidak tertib, semua berebut sebelum waktunya. Tapi ya tetap seru," keluh Fatmiati.
Senada dengan harapan warga lainya, Ia juga berharap dengan kegiatan tradisi ini semua masyarakat tetap guyub rukun, hasil pertanian melimpah dan jauh dari segala bentuk musibah dan bencana.
"Semoga kedepan semakin makmur, gemah ripah loh jinawi dan dijauhkan dari bencana," pungkasnya. (wso/gol)