- tim tvone - khumaidi
Mengaku Istri Sah Suami yang sudah Meninggal Dunia, Seorang Wanita Istri Pengusaha SPBU Berjuang Tuntut Keadilan ke MA
Sidoarjo, tvOnenews.com - Nina Farida akan terus berjuang sekuat tenaga mencari keadilan setelah suaminya Handika Susilo (51) meninggal dunia pada 26 Agustus 2021, di Bukit Dieng Blok CC 12A Kelurahan Pisang Candi Kecamatan Sukun, Malang, silam.
Karena setelah suaminya meninggal dunia, yakni Februari 2022 ada seorang wanita berinisial ELU asal Trowulan-Mojokerto yang mengajukan pengesahan surat nikah (isbat nikah) dengan almarhum Handika Susilo disahkan oleh KUA Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto, yang hanya dihadiri oleh ELU tanpa Handika Susilo yang diakui sebagai suaminya.
Nina juga menyesalkan atas tindakan oleh KUA Kemlagi Mojokerto dan juga Pengadilan Agama (PA) Mojokerto yang memutuskan perkara perdata dalam gugatan Nomor 1674/Pdt.G/2023/PA Mr, yang secara cepat dalam delapan persidangan langsung memutuskan perkara dengan tidak terlebih dahulu memberikan hak hukum pada dirinya (Nina Farida atau penggugat red,) sebagai istri sah yang menikah dengan almarhum di KUA Bareng Jombang tahun 1993 silam.
Nina menduga data dan berkas yang dipakai oleh ELU dalam mengajukan isbat nikah banyak mengandung kepalsuan, rekayasa dan banyak tidak kesesuaian. Seperti di NIK almarhum suami saya, sangat beda sekali. ELU dalam mencantumkan NIK Handika Susilo dalam Akta Nikah, KK maupun dokumen bukan NIK 3516122012680004. NIK Handika Susilo yang sebenarnya 3573041109700003.
"Kenapa KUA Kemlagi Mojokerto tidak cermat dengan NIK yang diajukan ELU dalam isbat nikah. Termasuk status Handika Susilo, jelas-jelas Kawin dalam aslinya, yang diajukan oleh ELU statusnya Jejaka. Ketiga hakim yang memeriksa dan menjatuhkan penetapan isbat nikah milik ELU, yakni Kamali S,Ag (Ketua Majlis Hakim), Arif Hidayat S,Ag (Anggota) dan Agus Firman SHI, MH (Anggota), kami laporkan karena cacat hukum. Termasuk Majelis Hakim pemeriksa perkara gugatan Nomor 1674/Pdt.G/2023/PA Mr yang terdiri dari Drs. Amanuddin SH, MH (Hakim Ketua), Drs H. Nuril Huda MH (Anggota) dan Munawar SH, Mh (Anggota), yang menjatuhkan putusan tanpa terlebih dahulu menerima replik dari klien kami, juga kami persoalkan. Bukti-bukti surat soal pengesahan isbat nikah ELU di KUA Kemlagi Mojokerto serta putusan hakim yang mengabaikan kejanggalan yang ada, sudah saya laporkan ke pihak berwenang," ucap Nina Farida dengan didampingi pengacaranya Arief Mudji Antono SH, MH saat berada di Sidoarjo.
Arief Mudji Antono SH, MH menambahkan, selama persidangan pihaknya tidak diberikan kesempatan dalam melakukan pembelaan dengan menyodorkan bukti-bukti dan saksi yang diajukannya. Hakim hanya pada penyampaian terlapor (ELU red,) yakni terkait pembagian harta waris almarhum. Sedangkan substansi gugatan yang diajukan oleh kliennya sama sekali tidak membahas hal itu.
"Klien kami menggugat adanya isbat nikah ELU. Klien kami menolak isbat nikah dan meminta dibatalkan karena penuh rekayasa, pemalsuan yang lainnya. Anehnya hakim sejak sidang pertama meminta perkara dimediasi, kemudian minta dimediasi lagi, minta dinegosiasi dan tanya soal hasil mediasi. Ini lucu, dan ada apa dengan hakim-hakim tersebut. Fokus hakim hanya soal pembagian harta waris. Sekali lagi putusan dari oknum Hakim PA Mojokerto ini memuluskan langkah seorang pelakor untuk melawan istri sah dan berdiri diatas hukum," tegasnya.
Arief mengakui almarhum yang juga pengusaha SPBU di Mojokerto, Jombang dan Malang itu kenal dengan tergugat. Dan selama ini istri almarhum juga tidak pernah mengijinkan almarhum untuk poligami.
"Tergugat (ELU red,) memang pekerja almarhum. Saya meyakini ini hanya rekayasa dan palsu-palsu dari pihak tergugat dalam penerbitan isbat nikah, dalam tanda kutip diamini oleh pihak KUA Kemlagi serta oknum PA Mojokerto. Pasca sidang putusan, kami langsung menyatakan banding," tegasnya.
Sembari menolak putusan tersebut, masih menurut Arief soal pelaporan atas perilaku KUA Kemlagi Mojokerto ke Jakarta sudah dilakukan. Termasuk perilaku hakim yang mengebiri hak hukum kliennya juga sudah dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan juga Komisi Yudisial.
"Kami juga membuat laporan ke Polres Mojokerto terkait dugaan pemalsuan KTP, KK dan akta kematian almarhum yang dibuat oleh ELU. Almarhum meninggal dunia di rumah sakit Malang dan ada suratnya, tapi ELU menyatakan almarhum meninggal dunia di Mojokerto dengan surat yang dibuat secara palsu," pungkas Arief. (khu/hen)