- Didiet Cordiaz
Miris, Sebanyak 3,93 Juta Warga di Jawa Tengah Masih Miskin dan Perlu Penanganan Serius
Semarang, Jawa Tengah - Angka kemiskinan di Jateng masih tinggi, Komisi A DPRD Jateng mencatat hingga September 2021, masih ada 11,25 persen atau sekitar 3.930.000 warga Jateng yang miskin dan perlu penanganan serius.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi A DPRD Jateng Saiful Hadi menanggapi rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng yang menyatakan ada penurunan jumlah penduduk miskin hingga 175.740 orang.
BPS Jateng menyatakan Pada Maret 2021, jumlah penduduk miskin Jateng sebesar 4,11 juta orang. Namun pada September 2021, jumlahnya menurun menjadi 3,93 juta orang. Secara persentase, kemiskinan Jateng pada September kini di angka 11,25 persen. Turun 0,54 persen dibanding 11,79 persen pada Maret 2021.
Saiful Hadi mengatakan, meski berbagai upaya penurunan kemiskinan sudah dilakukan Pemprov Jateng, faktanya, berbagai kebijakan tersebut belum berdampak signifikan pada penurunan angka kemiskinan. Dia membandingkan, pada September 2018 saat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dilantik untuk periode kedua kepemimpinan. Saat itu angka kemiskinan Jateng mencapai angka 11,19 persen atau 3,87 juta jiwa. Namun setelah 3 tahun periode kedua berjalan, yaitu September 2021, angka kemiskinan Jateng menjadi 11,25 persen atau 3,93 juta jiwa. Menurut dia, jumlah penduduk miskin Jateng justru naik 0,06 persen dalam 3 tahun periode kedua Ganjar menjabat.
"Memang bisa saja beralasan hal itu terjadi karena pandemi Covid-19. Namun anggaran refocusing yang diluncurkan juga cukup besar. Bahkan di 2020, Jateng mengalokasikan hingga Rp 2 triliun. Anggaran tersebut seharusnya berdampak signifikan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan kemiskinan," kata Saiful Hadi, Rabu (19/1/2022).
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jateng tersebut prihatin dengan masih tingginya angka kemiskinan. Dia meminta Pemprov Jateng fokus pada sejumlah wilayah yang angka kemiskinannya tinggi. Per September 2021, angka kemiskinan di Kabupaten Kebumen (17,83 persen), Kabupaten Wonosobo (17,67 persen, Brebes (17,43 persen), Purbalingga (16,24 persen), Banjarnegara (16,23 persen), dan Pemalang (16,56 persen).
"Sebagai warga Kebumen, saya berharap agar upaya pemulihan ekonomi untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan di Kebumen ditingkatkan," katanya.
Sebelumnya Saiful Hadi juga mengkritik cara penanganan kemiskinan ala Ganjar Pranowo yang cenderung orang per orang atau man to man marking. Cara tersebut dianggap tidak mengedepankan program dan cenderung ke pencitraan semata.
"Menurunkan angka kemiskinan tak bisa dilakukan dengan memberikan bantuan orang per orang. Penurunan kemiskinan hanya bisa dilakukan dengan intervensi program dan kebijakan anggaran. Bisa melalui pertanian, peternakan, perikanan, dan pembangunan infrastruktur yang berdaya ungkit ekonomi," paparnya.
Dikatakannya, jika dirata-rata dengan APBD Rp 27-28 triliun per tahun, maka dalam kurun waktu hampir dua periode jabatan, Ganjar Pranowo sebagai Gubernur sudah mengelola anggaran sekitar Rp 200 triliun. Anggaran tersebut menurut dia cukup untuk mengurangi angka kemiskinan lebih dari yang tercapai selama ini. (dietcor/ade)