- tim tvone - aris wiyanto
Pelajar Jepang Diduga Lakukan Kejahatan Seksual terhadap Adik Kelas di Bawah Umur, Jalani Sidang Perdana
Denpasar, Bali - Kasus dugaan kejahatan seksual yang dilakukan seorang pelajar WNA asal Jepang inisial FS (17) terhadap anak, dengan korban warga Indonesia berusia 15 tahun, memasuki meja hijau dengan agenda persidangan perdana di Ruang Sidang Anak, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Sidang berlangsung secara tertutup dan dilakukan secara online dipimpin Majelis Hakim Kony Hartanto. Sidang perdana ini berlangsung dengan mendengarkan keterangan saksi, dengan menghadirkan 6 saksi, yakni 3 saksi dari pihak korban, dan 3 saksi dari lokasi kejadian.
Sementara terdakwa menjalani sidang dari rumah tahanan Polresta Denpasar yang merupakan titipan penahanan kejaksaan.
Jaksa Penuntut Umum Ni Putu Widyaningsih mendakwa terdakwa FS, dengan Pasal 81 tentang persetubuhan terhadap anak, dan Pasal 82 tentang perbuatan cabul terhadap anak. Dakwaan Jaksa ini diapresiasi kuasa hukum korban, Siti Sapurah. Pengacara yang juga aktivis perempuan yang akrab disapa Ipung meyakini akan ada pembuktian dari jaksa penuntut umum terkait adanya kebohongan dan bujuk rayu dari terdakwa kepada korban hingga berujung persetubuhan di dalam toilet salah satu Mall di Nusa Dua, Badung, walau terdakwa berdalih suka sama suka.
“Suka sama suka kan tidak mengharuskan, atau tidak memberikan orang alasan pembenar bahwa orang itu boleh menyetubuhi anak orang tanpa dinikahi, ini Indonesia bukan Jepang, orang di atas 16 tahun mungkin bebas melakukan hubungan seksual. Tapi Indonesia, negara hadir untuk anak-anak Indonesia,” imbuh Siti Sapurah usai sidang di PN Denpasar.
Berdasarkan hal itu, ditegaskan Ipung tidak ada alasan pembenar istilah suka sama suka. Sebab, dari rentetan peristiwa itu terjadi bujuk rayu yang bisa dibuktikan jaksa penuntut umum. Tidak ada ancaman, tidak ada paksaan, tapi ada bujuk rayu disitu, ada rentetan kebohongan disitu.
“Itulah nanti akan dibuktikan oleh jaksa penuntut umum,” tegasnya.
Dikatakan juga kuasa hukum pelaku pada sidang perdana ini merasa keberatan karena terganggu dengan kehadiran Ipung di ruang sidang.
“Saya ingin memberikan edukasi kepada semua masyarakat, mungkin semua rekan-rekan advokat, kita dilindungi sama undang-undang, baik anak pelaku atau anak korban sama-sama punya hak menunjuk seorang kuasa hukum yaitu seorang advokat. Tapi bagaimana ceritanya saat pengacara menunjuk saya dan mengatakan hadirnya kuasa hukum korban di ruang sidang, dengan alasan jaksa penuntut hukumlah yang menggantikan korban,” ujarnya.
Sidang akan dilanjutkan kembali tanggal 7 Desember 2022 mendatang dengan agenda menghadirkan saksi lainnya dan pemeriksaan saksi ahli.
Sebelumnya, kasus yang ditangani oleh Polresta Denpasar dan kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar ini berawal dari terungkapnya peristiwa pencabulan pada 5 November 2022 di toilet salah satu Mall Nusa Dua, dan pada hari yang sama keluarga korban melaporkan kasus ini ke Polresta Denpasar. Korban sebelumnya dibuat mabuk oleh terdakwa dengan minuman alkohol di Cafe Mall tersebut dan dibawa menuju toilet. Kejadian ini pun terpergok satpam setempat. Korban sendiri merupakan adik kelas pelaku yang bersekolah di salah satu Sekolah SMA swasta di wilayah Jimbaran.
Atas kejadian ini pihak sekolah mengeluarkan warga Jepang tersebut dari sekolah. Rupanya pelaku juga pernah dikeluarkan dari salah satu Sekolah Internasional di Denpasar dengan kasus serupa yakni melakukan kejahatan seksual terhadap anak. (awt/hen)